Mengutip jurnal berjudul 'Tektonik Sesar Cimandiri, Provinsi Jawa Barat' yang ditulis oleh Iyan Haryanto, Johanes Hutabarat, Adjat Sudradjat, Nisa Nurul Ilmi dan Edy Sunardi dari Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran, dataran tinggi ini disusun oleh batuan volkaniklastik formasi Jampang dengan kedudukan berarah barat-timur, dan kemiringan berkisar antara 30-40 derajat.
Bagian puncak perbukitan umumnya berada pada elevasi di atas 300 hingga 350 meter di atas permukaan laut, sedangkan di bagian lereng bawahnya berada pada elevasi 100 sampai 200 meter di atas permukaan lautPada bagian lereng terjal dijumpai fasies segitiga (triangular facet), serta banyak dijumpai deretan air terjun.
Salah satunya adalah Curug Cimarinjung, yang menjadi salah satu ikon sekaligus atraksi wisata utama Geopark Ciletuh-Palabuhan Ratu.
Padahal jauh sebelum bernama Cimarinjung, Curug yang dikenal dengan nama Go'ong oleh warga setempat ini kental dengan unsur mistis.
Tempat ini adalah lokasi wajib bagi pesinden untuk berendam sebelum melakukan pentas, bahkan tidak sedikit yang meminjam peralatan karawitan dari goa di balik curug.
Berhubung alat musik yang sering dipinjam lewat jalur gaib adalah Gong, akhirnya warga menyebutnya dengan nama Curug Go'ong.
Menurut penuturan seorang warga setempat yang tidak ingin identitasnya dicantumkan, sampai saat ada tiga sosok gaib yang menghuni curug Ibu Ento, Ki Murdo, Haji Kosasih. Untuk itu setiap tahunnya warga di kawasan Curug Cimarinjung, masih taat melaksanakan selamatan untuk menghormati keberadaan penghuni lainnya.
"Ada wisatawan yang melihat sosok ular naga di Curug, hingga mendengar suara musik pada malam hari dari balik Air terjun," ujarnya kepada CNNIndonesia.com, saat ditemui di kawasan Curug Cimarinjung.
Namun kisah ini kalah viral dengan foto-foto yang berseliweran di sosial media, hal itu membuat pamor Curug yang berada di berada di Desa Ciwaru, Kecamatan Ciemas, melesat jauh meninggalkan beberapa curug lain di kawasan Plato Japang.
Curug Cimarinjung. (Foto: CNN Indonesia/Tri Wahyuni)
|
Cimarinjung bisa dikatakan tidak pernah sepi dikunjungi oleh wisatawan, baik nusantara maupun mancanegara.
Alin Rustiawan, Ranger yang ditugaskan menjaga Curug Cimarinjung, mengatakan pengunjung ke Curug Cimarinjung mencapai puncaknya saat momen libur panjang dan cuti bersama lebaran 2018.
Pada saat itu, sekitar 50 ribu orang berjubel untuk melihat air yang tumpah dari ketinggian 40 meter. Alin bersama kedelapan rekannya yang bertugas menjaga keasrian kawasan Curug Cimarinjung, sekaligus keselamatan pengunjung harus pontang-panting mengatur alurnya.
"Setiap bulannya, Cimarinjung dikunjungi sekitar 3.000 orang. Bisa lebih kalau ada libur panjang. Tapi saat ini untuk masuk Cimarinjung belum ada retribusi, masih sukarela saja," ujar Alin, saat ditemui CNNIndonesia.com di kawasan Cimarinjung, beberapa waktu lalu.
Mengenai retribusi, Alin melanjutkan, pihak perangkat desa bisa segera mengeluarkan peraturan tentang ini. Tujuannya agar bisa ada anggaran untuk asuransi, andaikan sebuah musibah terjadi di Curug Cimarinjung.
Meskipun sejauh ini hanya Alin yang mendapatkan upah resmi dari pihak pemerintah, namun kedelapan rekan kerja Alin tetap bekerja dengan sepenuh hati walau pendapatan tidak menentu.
"Kami sudah memberikan rekomendasi untuk dibuatkan perdes (peraturan desa) terkait retribusi, dengan harga maksimal Rp3.000. Angka segitu harus dibagi kelima aspek sektor, pertama adalah asuransi, kedua masyarakat, ketiga untuk perawatan, keempat untuk pengelola kawasan Curug Cimarinjung, dan kelima kepolisian. Intinya kalau sudah ada kas untuk asuransi kan bisa tenang," ujar Alin.
"Dulu sempat saya coba buat dan jalankan retribusi kebersihan sebesar Rp3.000, dan uangnya bisa untuk membangun tempat yang aman untuk menikmati Cimarinjung saat debit air sedang tinggi. Tapi karena ganti Kepala Desa, akhirnya peraturan itu diubah lagi."
Mengingat saat ini untuk masuk ke Curug Cimarinjung masih dikenakan biaya sukarela, Akhirnya Alin berjalan dengan formulanya sendiri. Rumusnya hanya satu yaitu membuat semua pihak yang ada di kawasan Curug Cimarinjung tidak merasa dirugikan.
Selama ini sistem pembagiannya adalah total pendapatan per hari dibagi menjadi beberapa pos yakni 40 persen untuk pengelola, 30 persen untuk pemilik tempat parkir, 10 persen untuk masyarakat sekitar, dan 20 persen untuk kas jika terjadi kecelakaan.
Menurut Alin, pihak yang memiliki lahan parkir harus dimasukkan karena ini berpotensi menimbulkan kecemburuan sosial jika tidak dimasukkan dalam hitungan.
"Alhamdulillah, sistem ini disepakati," ujarnya.
Beda di tebing, beda di laut
Kawasan Geopark Ciletuh-Palabuhanratu memiliki sekitar 20 Ranger yang disebar ke lokasi-lokasi wisata andalan, selain Curug Cimarinjung ada juga Ranger yang bertugas mengawasi Pantai Palangpang, Pantai Cikadal, Pulau Kunti, dan lainnya.
Seorang Ranger yang bertugas di Pantai Cikadal dan Pulau Kunti, Taufik, mengaku salah satu tugas seorang ranger adalah mensosialisasikan tentang Geopark Ciletuh-Palabuhanratu.
Menurut Taufik tugas mensosialisasikan bukan perkara yang mudah, warga harus melihat dampaknya secara langsung. Setelah warga merasakan dampaknya, barulah pemahaman tentang Geopark bisa disampaikan dengan baik. Itupun harus dilakukan secara perlahan dan berkelanjutan.
"Pengembangan Geopark Ciletuh mungkin sudah berlangsung lima tahun terakhir, tapi mulai ramai pengunjung sekitar tiga tahun lalu. Hal ini membawa dampak positif pada perekonimian warga yang meningkat sangat signifikan," ujar Taufik, saat ditemui CNNIndonesia.com di area Tempat Pelelangan Ikan Desa Ciwaru, beberapa waktu lalu.
Taufik tak menampik jika masalah sampah adalah hal yang masih kendala utama di berbagai kawasan Geopark Ciletuh-Palabuhanratu, namun menurutnya hal ini merupakan tanggung jawab bersama, baik itu pengelola ataupun pengunjung.
Sebagai jalan keluarnya, Taufik yang juga Ketua Kelompok Masyarakat Peduli Konservasi (Pokmasi) membuat kegiatan peduli lingkungan yang dikemas dengan aktivitas wisata. Salah satunya adalah menanam terumbu karang.
"Kami tawarkan paket wisata ke pulau-pulau seperti Pulau Kunti, sembari menanam terumbu karang. Biasanya mereka senang, meskipun menanamnya sebentar tapi dokumentasinya lama itu gapapa. Namanya aja memperkenalkan, harus yang senang-senang dulu," ujar Taufik, sembari tertawa.
Taufik menuturkan pengunjung yang datang ke Kawasan Geopark Ciletuh-Palabuhanratu, nampaknya sudah mulai paham tentang konsep tiga fondasi keragaman di Geopark. Sehingga menurutnya, tidak susah untuk memberi tahu para pengunjung yang datang. (agr/ard)
Baca Kelanjutan Pengabdi Geopark Ciletuh-Palabuhanratu : https://ift.tt/2zoCENhBagikan Berita Ini
0 Response to "Pengabdi Geopark Ciletuh-Palabuhanratu"
Post a Comment