Search

Merawat 'Ingatan' Geopark Ciletuh-Palabuhanratu

Sukabumi, CNN Indonesia -- Sebagai sebuah entitas, Pulau Jawa selalu menarik untuk dibahas ataupun ditelaah dari beragam sisi termasuk ilmiah.

Selama ini asal muasal peradaban di Pulau Jawa selalu diidentikkan dengan kisah Aji Saka, yang dipercaya sebagai sosok legenda. Namun sejarah terbentuknya pulau jawa 'tertulis' dalam Komplek batuan itu adalah bukti adanya proses subduksi (tumbukan) antara lempeng benua Eurasia dan lempeng Samudra Hindia yang terjadi pada zaman Kapur, lebih dari 65 juta tahun yang lalu.

Dulunya komplek batuan yang kini masuk dalam kawasan Cikepuh, berasal dari bagian terluar mantel bumi yang berada di lempeng samudera, seperti batuan ofiolit dan batuan sedimen laut dalam seperti chert.

Guna menjaga komplek batuan tersebut, maka dibentuklah kawasan Geopark Ciletuh-Palabuhanratu. Setelah melewati berbagai proses, kawasan Taman Bumi ini akhirnya resmi masuk dalam jaringan global geopark dunia UNESCO, pada bulan April 2018 bersama 12 geopark lain dari seluruh dunia.

Pada awal dibentuk Geopark Ciletuh-Palabuhanratu hanya meliputi dua kecamatan saja, namun saat ini kawasan yang saat ini memiliki luas 126.100 hektare, sudah mencakup delapan kecamatan yaitu Ciracap, Surade, Ciemas, Wauran, Simpenan, Palabuhanratu, Cikakak, dan Cisolok.

General Manager Badan Pengelola Geopark Ciletuh-Palabuhan Ratu sekaligus Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Sukabumi, Dana Budiman, mengatakan konsep Geopark adalah pembangunan kawasan berdasarkan azas konservasi, pemberdayaan ekonomi, dan edukasi

Menurutnya konsep geopark menyatu dengan alam, dan itu tidak bisa dibantah.

"Dalam kawasan ini banyak hal yang perlu dikonservasi, batu-batuan adalah salah satunya," ujar Dana kepada CNNIndoensia.com, saat dijumpai di kantor Geopark Information Center, Palabuhanratu, beberapa waktu lalu.

"Saya kemarin juga dapat kabar dari LIPI, bahwa dulu pernah terjadi tsunami dahsyat di pesisir Sukabumi. Mereka dapat info itu dari bebatuan yang ada di kawasan Geopark."

Itu sebabnya, ia melanjutkan, bebatuan itu juga harus lindungi dari kerusakan yang disebabkan oleh manusia. Karena menurutnya jika kerusakan disebabkan oleh faktor alam, kita tidak bisa berbuat banyak.

Dana mengaku jika dulu ia sering ke Ciletuh, tapi karena tidak memiliki pengetahuan akhirnya ia hanya melihat bebatuan itu sebagai batu semata. Baru beberapa tahu belakangan ia sadar, jika bebatuan itu menyimpan sebuah cerita panjang tentang pulau Jawa.

"Ciletuh memang dikenal sebagai kawasan untuk mencetak sarjana-sarjana geologi, ini adalah laboratorium alam sekaligus museum bagi para ahli geologi," katanya.

Menjaga keberlangsungan hidup di Geopark Ciletuh-Palabuhanratu

Kawasan Geopark Ciletuh-Palabuhanratu dibagi menjadi tiga area pengembangan yang berlandaskan pada fondasi sebuah geopark yaitu keragaman geologi, biologi, dan budaya.

Ketiga area itu terdiri dari bagian Selatan yang meliputi Kecamatan Surade, Kecamatan Ciracap, sebagian Kecamatan Waluran, dan sebagian Kecamatan Ciemas. Kemudian bagian tengah meliputi Kecampatan Simpenan, sebagian Kecamatan Ciemas, dan sebagian Kecamatan Waluran. Serta bagian utara yang meliputi Kecamatan Kecamatan Cisolok, Kecamatan Cikakak, dan Kecamatan Palabuhanratu.

Keragaman geologi di bagian selatan Geopark Ciletuh-Palabuhanratu meliputi bebatuan purba yang terhampar di kawasan pesisir. Kemudian di bagian tengah ada dataran tinggi yang akrab disebut sebagai plato Jampang, sebagai 'rumahnya' puluhan air terjun sekaligus area amfiteater alam. Sedangkan di utara terdapat sebuah fenomena geologi langka yakni geyser atau semburan air panas di sungai Cisolok.

Dalam sektor keragaman bilogi, bagian selatan memiliki tumbuhan dan hewan langka seperti raflesia padma, bambu haur gereng, dan monyet ekor panjang. Sedangkan di bagian tengah meliputi beberapa kawasan perkebunan mulai dari teh, buah naga, hingga durian. Sementara itu di sisi utara ada beberapa kawasan konservasi seperti Cagar Alam Sukawayana, Cagar Alam Tangkubanparahu, dan Taman Nasional Gunung Halimun Salak.

Menilik keragaman budaya, kawasan selatan Geopark Ciletuh-Palabuhanratu masih menyimpan pengaruh dari Kasepuhan Banten Selatan. Sedangkan di kawasan tengah ada kuil Dewi Kwan Im yang menghadap langsung ke Pantai Loji. Kawasan utara adalah rumah bagi kampung adat seperti Kasepuhan Banten Selatan, Kasepuhan Cipta Gelar, dan Kasepuhan Sirna Resmi, dan Kasepuhan Cipta Mulya.

Untuk 'melahap' ketiga jenis keragaman yang berada di tiga kawasan ini saja, waktu seminggu pun tidak akan cukup.

Belum lagi ditambah beragam atraksi wisata minat khusus seperti Surfing di Cimaja, Rafting di Sungai Citarik, Paralayang di Puncak Darma, Wall Climbing di Curug Cimarinjung. Itu belum ditambah aktivitas wisata lain yang sifatnya umum, seperti menikmati pemandangan di Panenjoan, 

Namun semua potensi itu akan perlahan sirna jika tidak dijaga bersama oleh masyarakat dan pemerintah.

Untungnya sebagai jaringan global geopark, Taman Bumi Ciletuh-Palabuhanratu mendapat 13 rekomendasi untuk diselesaikan dalam kurun waktu tahun ke depan, yang salah satunya adalah melibatkan sebanyak mungkin peran masyarakat lokal.

"Selain melibatkan masyarakat lokal, rekomendasi-rekomendasi itu seperti masterplan yang bisa jadi dituangkan dalam bentuk perda (peraturan daerah). Kemudian ada juga pemberdayaan perempuan, pengembangan riset, dan lainnya," ujar Dana.

Namun, Dana mengingatkan, Kawasan Geopark Ciletuh-Palabuharatu tidak lepas dari 'teror' yang siap beraksi kapanpun karena berada di jalur Sesar Cimandiri.

Sesar atau Patahan Cimandiri merupakan sesar atau patahan geser aktif yang terletak di bagian barat dari provinsi Jawa Barat.

Sebagai sesar aktif, sesar Cimandiri bergerak dengan kecepatan geser 4-6 mm per tahun. Para peneliti mengindikasikan bahaya risiko bencana gempa bumi sepanjang jalur patahan Cimandiri ini.

Patahan ini memanjang mulai dari muara Sungai Cimandiri di Pelabuhanratu, Kabupaten Sukabumi, lalu mengarah ke timur laut melewati Kabupaten Cianjur, Kabupaten Bandung Barat, dan Kabupaten Subang.

Mengutip dari komunitas Info Gempa Dunia, Cimandiri bertanggung jawab terhadap gema bumi Pelabuhan Ratu (1900), gempa bumi Cibadak (1973), gempa bumi Gandasoli (1982), gempa bumi Padalarang (1910), serta gempa bumi Sukabumi (2011)

"Pemberdayaan masyarakat di sini juga termasuk upaya mitigasi, karena daerah ini berada di kawasan sesar Cimandiri yang labil. Selain itu lautnya juga berpotensi mengalami tsunami," ujar Dana. (ard)

Let's block ads! (Why?)

Baca Kelanjutan Merawat 'Ingatan' Geopark Ciletuh-Palabuhanratu : https://ift.tt/2A1SeOh

Bagikan Berita Ini

0 Response to "Merawat 'Ingatan' Geopark Ciletuh-Palabuhanratu"

Post a Comment

Powered by Blogger.