"Pariwisata itu tidak ada war! Tidak ada perang, semua happy. Amerika Serikat (AS) saja bangun booth besar di arena CITM 2018 di Shanghai, meskipun sedang trade war atau perang dagang dengan Tiongkok," kata Djauhari dalam keterangannya, Minggu (18/11/2018).
Bukan hanya AS, hampir semua negara yang agresif berpromosi pariwisata, ikut pameran di CITM 2018. Dari Amerika, Eropa, Asia Oceania, Afrika, Timur Tengah semua berpromosi. Provinsi-provinsi di Tiongkok sendiri juga berpromosi pariwisata. Karena, kata Djauhari, ada 150 juta outbounds Tiongkok dan angkanya terus naik setiap tahunnya.
"Di Shanghai, kami berkreasi untuk menarik wisatawan Tiongkok ke Indonesia," ujar Djauhari semangat.
Djauhari mengaku melihat sendiri, bagaimana negara-negara tetangga aktif dan agresif mempromosikan destinasinya. Ada Thailand yang menjadi sparing partner dan sekaligus 'musuh' profesional. Ada Malaysia yang sering disebut 'musuh' emotional.
Djauhari juga mencontohkan Hongkong dan Macau, yang juga besar-besaran promosi pariwisata mencari pasar China. Lalu Jepang dan Korea, yang juga punya cerita panjang dengan China.
"Semua memburu pasar China yang potensial dan punya spending. Mereka juga pernah punya masalah dengan Tiongkok, tapi mereka cepat menuntaskan dan tidak gaduh," ujarnya.
"Jangan sampai kita yang sudah baik, kurang dirawat dengan baik, justru diganggu dengan statamen-statemen yang kurang bersahabat. Lebih baik mencari solusi dan rawat serta kawal bersama untuk kemajuan dunia pariwisata ke depan," ungkap Djauhari yang aktif keliling ke berbagai booth dan melihat keseriusaan setiap negara.
Menpar Arief Yahya setuju dengan Dubes Djauhari Oratmangun. Pariwisata menurutnya adalah industri yang borderless, tidak mengenal batas-batas teritorial. Apalagi di era millenials saat ini, semakin mendunia. Karena itu tata krama, sopan santun sebagai pendudul global, juga harus dijaga.
"USA yang sedang trade war dengan China saja tetap berjualan mempromosikan pariwisatanya, buat orang Tiongkok. Kita yang sudah dipercaya wisman Tiongkok, harus bisa menjaga dan tetap tumbuh berkembang," ungkap Arief.
"Saya juga setuju dengan kata-kata Pak Eddy Sunyoyo, Bidang China ASITA Bali, saat menghadap saya di paviliun Wonderful Indonesia di CITM 16 November 2018. Pemilihan kata-kata yang beredar di media harus dipilih yang bagus, karena Bali adalah destinasi yanh kuat di budaya! Dan budaya Bali sangat luhur, hospitality nya tinggi, dikenal dunia karena kehalusan budi pekerti," ungkap Arief.
Kembali soal persoalan Business to Business di industri Bali, sambungnya, itu harus diselesaikan dengan baik dan bijak oleh para pelaku industri sendiri.
"Pemerintah akan membantu, agar kedua pemerintahan saling menyerahkan whitelist, industri yang direkomendasi untuk beroperasi di Bali," pungkasnya. (egp/mid)
Baca Kelanjutan Keuntungan Indonesia Promosi Wisata di CITM 2018 Shanghai : https://ift.tt/2qTN0QsBagikan Berita Ini
0 Response to "Keuntungan Indonesia Promosi Wisata di CITM 2018 Shanghai"
Post a Comment