Kini, saatnya berpelesir ke Papua. Di sana ada noken, sebuah tas yang berbentuk jaring-jaring dan terbuat dari serat kayu.
Noken menjadi bagian tak terpisahkan dan sendi kehidupan sehari-hari masyarakat di 'Pulau Surga' ini. Masyarakat Papua kerap menggunakannya untuk membawa barang-barang kebutuhan sehari-hari.
Terdiri dari berbagai ukuran, noken bisa digunakan dengan berbagai cara. Mulai dari mengalungkannya ke belakang dari kening kepala, menyelempangkannya, atau dikalungkan di leher.
Noken bukan sembarang tas. Noken menjadi simbol kehidupan yang baik, perdamaian, dan kesuburan bagi masyarakat di tanah Papua. Ada dua macam noken, tergantung dari asal pembuatannya. Noken berbentuk anyaman biasanya berasal dari warga pesisir pantai.
Sementara yang berbentuk jaring-jaring dibuat oleh masyarakat yang tinggal di kawasan pegunungan.
Pembuatan noken bukan hal yang mudah, bahkan cenderung agak rumit. Tapi, bagi warga setempat, jelas pembuatan noken merupakan satu hal yang lumrah.
"Kami melihat saja sudah bisa bikin (Noken) kalau dari suku lain harus belajar. Itu berkatnya Tuhan," ujar Ina, salah seorang warga Pegunungan Arfak, pada CNNIndonesia.com dalam International Conference on Biodiversity, Ecotourism, and Creative Economy (ICBE) di Manokwari, Papua Barat, Rabu (10/10).
Ina cukup mahir membuat noken. Ilmu membuat noken didapatnya secara turun temurun dari keluarga.
Umumnya, noken dibuat dari serat pohon genemo. Di Pulau Jawa, pohon ini dikenal dengan sebutan pohon melinjau. Serat kayu dari pohon melinjau itu ditumbuk lalu dikeringkan selama beberapa hari.
"Karena dia basah setelah ditumbuh, jadi harus dikeringkan. Setelah kering, baru digulung seperti ini," ujar Ina sembari menggulung satu per satu serat kayu di betisnya. "Gara-gara itu bulu kaki kami juga sudah tidak ada," lanjut dia sambil tertawa.
Foto: ANTARA FOTO/Olha Mulalinda
Perajin menganyam noken dan menjual hasil noken di Tembok Berlin Kota Sorong Papua Barat, Minggu (4/12). |
Setelah digulung, serat kemudian menjadi tali air yang nantinya dipintal untuk dijadikan tas. Satu orang bisa mengerjakan satu noken selama sekitar dua pekan lamanya.
Tak cuma serat kayu, Suku Arfak juga membuat noken berbahan serat anggrek. "Itu lebih mahal," kata Ina.
Setelah jadi, masyarakat banyak menggunakan Noken untuk membantu pekerjaan sehari-hari.
"Noken itu diisi buku buat anak-anak sekolah, ukuran gede bisa isi anak bayi," ujarnya sedikit berseloroh.
"Bahkan kadang-kadang bisa bikin buat sayuran sama anak babi. Ini kuat, saya jamin kuat."
Kini, popularitas noken sudah mendunia. Tak sedikit noken yang telah diekspor ke mancanegara, tergantung permintaan.
Di Papua, umumnya noken dijual dari harga Rp80 ribu hingga paling mahal Rp2 juta. "Tergantung tebal dan ukuran," kata Ina.
Karena budaya yang unik dan sarat kearifan lokal, noken telah ditetapkan sebagai salah satu hasil karya tradisional dan warisan kebudayaan tak benda UNESCO pada 4 Desember 2012.
Hal itu jelas membikin Ina bangga. Baginya, noken adalah warisan budaya yang tak dimiliki semua orang. Dia berjanji bakal terus menjaga noken.
"Noken cuma ada di Papua, di Indonesia," pungkas Ina. (ctr/asr)
Baca Kelanjutan Noken, Tas 'Ajaib' Pembawa Sayuran Sampai Anak Babi : https://ift.tt/2QH6FxSBagikan Berita Ini
0 Response to "Noken, Tas 'Ajaib' Pembawa Sayuran Sampai Anak Babi"
Post a Comment