Sampai saat ini penyakit langka ternyata masih sulit ditangani di Indonesia. Selain karena jumlah dokter yang terbatas, ketersediaan alat, dan mahalnya obat-obatan jadi alasan sulitnya penanganan penyakit langka.
Dokter ahli nutrisi dan metabolik anak dari Pusat Pelayanan Terpadu Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Damayanti Rusli Sjarif mengakui Indonesia masih tertinggal dibandingkan banyak negara lain dalam menangani penyakit langka, baik dari segi dokter maupun pengobatan.
"Kita tertinggal dari negara tetangga seperti Malaysia, Thailand, Vietnam, tapi sudah mulai maju walaupun pelan," kata Damayanti dalam peringatan Hari Penyakit Langka, Rabu (28/2).
Damayanti menyebut Indonesia baru memiliki 23 dokter ahli metabolik yang dapat menangani penyakit langka. Dokter-dokter ini tersebar di beberapa wilayah Indonesia. Sedangkan untuk laboratorium pengujian untuk penyakit langka baru saja diresmikan di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Dokter yang menangani penyakit langka di daerah bakal mengirimkan diagnosis ke RSCM untuk dibantu pengobatan dan perawatan.
Sementara itu, obat-obatan juga sulit didapat karena tidak dipasarkan secara bebas dan biaya yang mahal. Obat untuk penyakit langka biasanya dikirim dari Malaysia, Jepang, Eropa, dan Amerika.
Di Malaysia, Thailand, Vietnam dan Taiwan, obat penyakit langka yang berkisar puluhan juta hingga miliaran per tahun sudah ditanggung oleh negara.
"Di Indonesia, masih donasi. Tidak ada gaji kami atau orang tua yang bisa mencapai Rp6 miliar misalnya untuk terapi sulih enzim, harusnya pemerintah bisa mengcover biayanya," ucap Damayanti.
Damayanti juga menyebut beberapa kasus penyakit langka terlambat ditangani dan membuat pasien meninggal karena tidak tersedianya obat-obatan.
Saat ini, Damayanti memprediksi jumlah penderita penyakit langka di Indonesia mencapai 25 juta orang.
"Penelitian mengatakan jumlah penderita penyakit langka sekitar 10 persen dari jumlah penduduk. Kalau penduduk Indonesia 250 juta berarti penderitanya 25 juta. Itu dari berbagai penyakit langka yang jenisnya hampir delapan ribu," kata Damayanti.
Dari jumlah itu, Damayanti menyebut selama kurun waktu 18 tahun terakhir, baru terdapat 120 penyakit langka di Indonesia yang berhasil didiagnosis. Diagnosis itu sejauh ini baru dapat dilakukan di RSCM, satu-satunya rumah sakit yang memiliki Pusat Layanan Terpadu Penyakit Langka di Indonesia.
Lima kasus terbanyak dari penyakit langka yang sudah didiagnosis itu diantaranya mukopolisakaridosis (MPS) sebanyak 33 pasien, glycogen storage disease 10 pasien, X-linked adrenolehkodystrophy 11 pasien, Niemann-Pick Disease tujuh pasien, dan Gaucher Disease delapan pasien.
Menurut Damayanti, sedikitnya diagnosis penyakit langka terjadi lantaran sedikitnya dokter yang memahami penyakit langka dan banyak orang tua yang tidak mengupayakan pengobatan.
"Yang datang kepada kami itu umumnya sudah pergi ke 10 dokter, tapi penyakitnya tidak bisa didiagnosis. Seringkali juga, anaknya sudah jelas memiliki kelainan tapi orang tuanya tidak membawa anak berobat," tutur Damayanti.
Padahal, kata Damayanti, jika orang tua mau berusaha mencari pengobatan, beberapa jenis penyakit langka bisa disembuhkan dan kualitas hidupnya meningkat. (chs)
Baca Kelanjutan Hadapi Penyakit Langka, Indonesia Ketinggalan dari Malaysia : http://ift.tt/2GSgZyjBagikan Berita Ini
0 Response to "Hadapi Penyakit Langka, Indonesia Ketinggalan dari Malaysia"
Post a Comment