Dua tahun berselang, batuk Ully tak kunjung membaik. Badannya kecil dan tidak berisi. Melihat kondisi Ully yang semakin buruk, seorang keluarganya mengira Ully menderita tuberkulosis (TBC) dan memberikan obat TBC.
"Akhirnya dikenalkan dengan TBC, tidak ada pemeriksaan awal. Hanya obat saja datang ke rumah selama enam bulan," kata Ully bercerita tentang perjuangannya melawan TBC di Klinik JRC, Jakarta, Selasa (16/1). Ketua Pejuang Tangguh itu dipercaya menjadi pembicara di gelaran yang diberi tajuk #PeduliKitaPeduliTBC.
Hanya saja, Ully yang masih anak-anak bandel saat meminum obat. Obat yang seharusnya rutin diminum selama enam bulan hanya dikonsumsi dalam empat bulan saja.
"Empat bulan teratur. Setelah itu setiap ditanya sudah minum obat, saya bilang sudah tapi obatnya saya buang karena bosan, jenuh dan tidak ada rasa," tutur Ully.
Kelalaian Ully dalam meminum malah berdampak panjang. Ully ternyata belum sembuh total. Dia berulang kali mengidap TBC hampir setiap tahun.
"Pada 2006, 2007 awal sembuh, nanti 2008 akhir kena lagi. Begitu lagi sampai 2011 saya (divonis) MDR (Multi Drug Resistant)," ujar Ully.
TBC MDR merupakan tuberkulosis yang sudah kebal terhadap obat-obatan. Artinya, pasien tak lagi bisa menerima obat-obatan yang seharusnya ampuh membunuh kuman tuberkulosis. TBC jenis ini terjadi karena penggunaan obat sebelumnya tidak sesuai dengan ketentuan. Akibatnya, penderita TBC MDR mesti mengalami perawatan lebih intens dalam kurun waktu yang lama.
Ully tidak lagi mengonsumsi obat dalam kurun waktu enam bulan, tapi sampai hampir dua tahun. Ully harus rutin pulang pergi ke rumah sakit setiap pagi tanpa terkecuali selama 23 bulan. Untungnya biaya perawatan itu ditanggung oleh pemerintah.
Disampaikan Ully, ia mesti menelan obat sebanyak 15 butir dalam sehari ditambah dengan suntikan. Itu dilakukan di hadapan pengawasan petugas. Tekad kuat untuk sembuh membuat Ully disiplin minum obat meski efek sampingnya tidak mengenakkan.
"Itu rasanya mual, muntah setiap hari. Itu 10 kali lipat dari mabuk darah, pusing, mutar-mutar sama sakit kepala sebelah. Terus efek samping terberat itu depresi," tutur Ully.
Ully sempat merasa depresi lantaran merasa takut bertemu dengan orang yang sehat. Ully bahkan kerap menepis anaknya yang hendak mendekat. Saat mengidap TBC MDR, Ully memiliki tiga anak kecil. Dampak depresi itu membuat Ully berkonsultasi ke dokter jiwa dan mendapatkan obat penenang.
Setelah rutin berobat selama dua tahun, Ully dinyatakan bebas dari TBC pada 2013 lalu. Kedua anaknya yang sempat tertular juga dinyatakan sehat.
Kini, Ully menjaga diri dan keluarganya agar tidak lagi berhubungan dengan tuberkulosis. Ully memerhatikan nutrisi makanan dan selalu mengenakan masker. Ully kini juga aktif menjadi Ketua Pejuang Tangguh, sebuah komunitas yang memberikan informasi dan dukungan moril untuk para penderita tuberkulosis.
"Yakin TB itu bisa disembuhkan asal berobat dengan teratur," pungkas Ully. (rah)
Baca Kelanjutan Kisah Ully Ulwiyah Berjuang Melawan TBC : http://ift.tt/2B62hQNBagikan Berita Ini
0 Response to "Kisah Ully Ulwiyah Berjuang Melawan TBC"
Post a Comment