Search

Perjalanan 'Amfibi' Demi Gapai Gunung Anak Krakatau

Amfibi. Begitu saya menjuluki perjalanan yang perlu ditempuh untuk menggapai Gunung Anak Krakatau, yang kokoh berdiri di tengah perairan Selat Sunda.

Karena seperti halnya hewan amfibi yang hidup di darat dan laut, saya pun harus menerjang perjalanan panjang yang sama demi menjejakkan kaki di Gunung Anak Krakatau.


Gunung Anak Krakatau bisa dijangkau dari di Lampung. Banyak yang menganggap kalau gunung ini merupakan objek wisata. Tapi kawasan ini sebenarnya merupakan cagar alam yang sangat dijaga kelestariannya.

Turis tidak bisa sembarangan berkunjung ke gunung ini, karena harus mengurus Surat Izin Masuk Kawasan Konservasi (SIMAKSI) yang bisa didapatkan di Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA Lampung). Saat mengurus, turis dalam dan luar negeri akan dimintai donasi minimal Rp1 juta untuk sumbangan pengelolaan kawasan cagar alam.

Perjalanan 'Amfibi' Demi Gapai Gunung Anak KrakatauSuasana perayaan Lampung Krakatau Festival 2017 di Lampung, Sabtu, 26 Agustus 2017. (CNN Indonesia/Artho Viando)

Saya berkesempatan mengunjungi Gunung Anak Krakatau saat acara Lampung Krakatau Festival 2017 pada 25-27 Agustus kemarin.

Rangkaian kegiatan di daratnya berupa pawai tari dan musik. Namun, bagi turis yang gemar menjelajah, mendaki Gunung Anak krakatau menjadi agenda utama dalam rangkaian festival tahunan ini.

Perjalanan ini memang tidak berlangsung sehari semalam, karena harus berangkat dari Jakarta menuju Lampung. Tapi setibanya di Lampung, perjalanan ke Gunung Anak Krakatau bisa dilakukan tak sampai semalaman.

Berikut ini ialah catatan perjalanan saya menuju Gunung Anak Krakatau:

Jumat, 25 Agustus 2017

22.00 WIB - Berangkat dari Jakarta

Perjalanan saya ke Gunung Anak Krakatau dimulai dari Jakarta, dengan berangkat menumpang Bus Damri dari Stasiun Gambir menuju Lampung via Pelabuhan Merak, Banten, ke Pelabuhan Bakauheni, Lampung, pada malam hari.

Bus Damri ini berangkat setiap hari, setiap pukul 08.00, 10.00, 20.00, 21.00 WIB. Ada tiga kelas bus yang ditawarkan, yakni Business, Executive, dan Royal. Tarif mulai dari Rp160 ribu, semakin nyaman kelasnya akan semakin mahal. Walau demikian, bus ini senyaman pesawat terbang. Selain berpendingin udara dan bertoilet, bus ini juga menyediakan jaringan Wi-Fi dan colokan listrik di setiap bangkunya.

Bisa juga naik bus selain Damri dari Terminal Kampung Rambutan, Kalideres dan Pulo Gadung. Jadwal berangkatnya setiap hari, mulai dari pukul 05.00 sampai 22.00 WIB. Tarifnya mulai dari Rp30 ribu per orang. Saran saya, belilah tiket di loket resmi terminal, jangan mudah tergiur dengan tawaran calo yang berkeliaran.

[Gambas:Instagram]

Sekitar dua setengah jam kemudian, Bus Damri yang saya tumpangi tiba di Pelabuhan Merak untuk masuk kapal ferry dan menyeberang ke Pelabuhan Bakauheni. Kapal ferry dari Pelabuhan Merak ke Pelabuhan Bakauheni berangkat setiap hari, selang satu jam sekali, selama 24 jam. Tarifnya Rp15 ribu per orang. Bagi yang membawa kendaraan pribadi akan dikenakan tarif parkir, mulai dari Rp22 ribu.

Pelabuhan Bakauheni merupakan gerbang masuk ke Provinsi Lampung sekaligus Pulau Sumatera dari sisi selatan. Jarak penyeberangan ini sekitar tiga jam. 

Perjalanan 'Amfibi' Demi Gapai Gunung Anak KrakatauBaik Damri dan Kapal Ferry sudah memiliki fasilitas dan layanan yang membuat penumpang merasa nyaman. (ANTARA FOTO/Didik Suhartono)

Saat memasuki kapal, biasanya tergantung peruntungan, dapat kapal yang eksekutif atau yang ekonomi. Kebetulan saya dapat yang eksekutif, sehingga fasilitasnya lebih memadai.

Bahkan, ada kafe kecil untuk sekedar membeli cemilan. Selain itu, ada pula tempat tidur berbentuk loker per satu orang. Sehingga, saya bisa beristirahat sejenak saat menyebrangi Selat Sunda ini.

Sabtu, 26 Agustus 2017:

05.30 WIB - Sampai di Pelabuhan Bakauheni

Sampai di Pelabuhan Bakauheni saya menumpang bus ke kawasan Kalianda, tempat Dermaga Bom berada. Tarifnya Rp40 ribu per orang. Jarak perjalanan ini sekitar satu jam.

Saat keluar dari Pelabuhan Bakauheni, saya melihat Menara Siger. Menara tersebut merupakan monumen penanda titik nol Pulau Sumatera bagian selatan. Sayang, karena harus memburu waktu, saya tak bisa singgah ke menara itu.

[Gambas:Instagram]

Sementara, perjalanan menuju Dermaga Bom cukup lancar. Sebab, jalan di Lampung tak begitu padat saat di akhir pekan. Selain itu, Jalan Lintas Timur Sumatera yang sudah baik, membuat laju kendaraan lebih cepat.

Di perjalanan pun, saya melewati rumah-rumah pemukiman warga. Beberapa diantaranya masih ada yang menggunakan hiasan siger pada atas rumah, seperti atap minang di Padang.

07.00 WIB - Sarapan di Dermaga Bom

Tepat saat matahari mulai bersinar, saya sampai di Dermaga Boom. Dari dermaga ini saya akan menyeberang ke Pulau Sebesi, pulau berpenghuni terdekat dengan Gunung Anak Krakatau. Tarifnya Rp20 ribu per orang untuk sekali menyebrang, jarak perjalannya sekitar dua jam.

Sembari menunggu perahu nelayan yang menyediakan jasa penyeberangan ke Gunung Anak Krakatau bersiap, saya pun menyempatkan diri untuk mengisi perut alias sarapan.

[Gambas:Instagram]

Nah, saya mencoba menu nasi dengan aneka lauk dan sayur, seperti nasi rames. Sebenarnya menunya tak jauh berbeda dengan yang biasa saya temui di Jakarta, misalnya ikan, tempe, telur. Hanya saja, lidah Sumatera yang akrab dengan pedas, membuat beberapa menu sangat terasa pedasnya. 

Perjalanan saya ke Pulau Sebesi dan Gunung Anak Krakatau berlanjut ke halaman berikutnya...

(ard)

Let's block ads! (Why?)

Baca Kelanjutan Perjalanan 'Amfibi' Demi Gapai Gunung Anak Krakatau : http://ift.tt/2xWtsNF

Bagikan Berita Ini

0 Response to "Perjalanan 'Amfibi' Demi Gapai Gunung Anak Krakatau"

Post a Comment

Powered by Blogger.