Bahkan, seringkali status ini identik dengan perihal menyedihkan. Apalagi ketika sudah menuju akhir pekan, malam Minggu dan atau hadir dalam acara keluarga dengan usungan pertanyaan, 'calonnya mana?'. Namun, benarkah demikian?
Pertanyaan-pertanyaan dan kenyataan yang ada di sekitar itu menjadi dorongan bagi penulis Feby Indirani untuk menguraikannya. Kerap mengalami hal serupa, ia pun ingin berbagi pandangan. Menurutnya, dibanding pria, wanita lebih rentan mendapat stigma negatif akan pelabelan lajang atau single shaming ini.
"Single shaming itu pertanyaan atau pernyataan yang mengganggu, membuat orang merasa bersalah dengan pilihannya. Niatnya peduli, tapi nggak tahu batas," katanya di sela peluncuran buku terbarunya '69 Things to be Grateful about Being Single' di Cikini, Jakarta Pusat, pada Rabu (6/9).
Pengalaman pribadi
Feby sendiri mengungkapkan dirinya pernah mengalami hal tak menyenangkan karena status lajangnya. Single shaming, menurutnya, secara masif terjadi baik secara offline maupun online. Ia pernah ditanya soal status lajangnya oleh petugas imigrasi.
"Petugas itu tanya, 'belum nikah? belum pernah nikah?' dengan nada yang aneh. Padahal tidak kenal dan kenapa orang itu merasa berhak untuk bertanya seperti itu," kenangnya.
Menurut dia, meski cibiran atas status lajang juga dialami pria, wanita lebih banyak mendapat stigma negatif soal kesendiriannya. Buku ini pula ingin mengajak pembaca untuk beralih dari istilah 'jomblo' ke istilah lajang atau 'single'.
Jomblo, kata Feby, mengandung konotasi negatif sehingga lajang atau single dirasa lebih netral.
"Salah satu kemampuan yang penting untuk dimiliki oleh siapapun adalah kemampuan untuk menertawakan diri sendiri. Single suka dilecehkan, ya sudah dibikin joke saja. Ini tanda kedewasaan," tambahnya.
Lebih jauh, publik bisa jadi lebih sering mendengar istilah body shaming, di mana orang melecehkan atau mengejek bentuk atau ukuran tubuh orang lain. Beralih dari tubuh, orang kini mempermasalahkan status. Menurut Feby, semua pilihan ada sisi baik dan buruk, dan sebaiknya kita tak perlu menghina pilihan orang lain.
"Di dunia, baik single maupun mereka yang sudah menikah, punya bagian masing-masing. Kita kayak semacam bagi-bagi peran," katanya.
Banyak yang menganggap menjadi single selalu tampak menyedihkan dan menikah tampak membahagiakan. Padahal, tidak selalu demikian. Oleh karenanya, ia kemudian mengajak para lajang, khususnya wanita untuk bersyukur, dan melihat sisi positif dari menjadi lajang. Setidaknya ada 69 hal positif yang menyertanya.
Dari urutan hal-hal yang bisa disyukuri itu di antaranya adalah seorang lajang punya 'me time' alias waktu untuk diri sendiri lebih leluasa. Ia kemudian bebas untuk memilih melakukan travelling dengan siapapun dan kapanpun. Pada lajang, potensi stres juga lebih rendah, karena ia hanya perlu bertanggung jawab pada diri sendiri.
"Salah satunya bagian favorit saya, menjadi lajang jauh lebih baik ketimbang berada dalam hubungan yang salah," katanya. "Lajang tidak serta merta menderita. Ada banyak hal yang bisa disyukuri." </span> (rah)
Baca Kelanjutan Mengungkap 69 Hal Positif Berstatus Lajang : http://ift.tt/2wd9xrHBagikan Berita Ini
0 Response to "Mengungkap 69 Hal Positif Berstatus Lajang"
Post a Comment