Pandangan akan hal ini bukanlah anggapan semata. Tim peneliti Amerika Serikat, seperti dilaporkan NPR, mempublikasikan hasil riset terbaru mereka terkait temuan itu pada Proceedings of the National Academy of Sciences baru-baru ini.
Temuan itu mengungkap bahwa ternyata seseorang yang menghabiskan uang untuk 'membeli' jasa bisa memanfaatkan waktu untuk hal lain, dan itu membuat mereka bahagia. Penelitian tersebut melakukan dua kali eksperimen dengan mengambil sampel 60 orang berusia di bawah 70 tahun asal Vancouver pada dua pekan berturut-turut.
Awalnya, peneliti memberikan uang sebesar US$40 (setara dengan Rp520 ribu) ke setiap orang dan meminta mereka menggunakan uang tersebut untuk membeli jasa seseorang. Peserta dalam penelitian ini memilih berbagai layanan, seperti jasa pengiriman makanan hingga pembersih rumah.
Eksperimen ke dua, peneliti memberikan uang dengan jumlah yang sama untuk membeli barang apa pun yang mereka inginkan. Ada yang membeli kaos polo, ada juga yang menghabiskannya membeli wine untuk dinikmati di rumah.
Setelah eksperimen itu selesai, peneliti memanggil kembali peserta riset dengan menanyakan perasaan mereka. Hasilnya, perasaan positif muncul saat uang tersebut digunakan untuk layanan jasa.
"Menggunakan uang untuk membeli jasa pemotong rumput atau pembersih kamar mandi adalah pengeluaran yang kecil. Namun, jasa tersebut dapat banyak mengubah rasa bahagia seseorang," ujar Profesor Psikologi Universitas British Columbia, Elizabeth Dunn, dilansir dari NPR.
Namun, orang yang memiliki budaya untuk selalu membeli barang terbaru, tidak akan mudah dipengaruhi untuk membeli jasa seseorang. Bagi mereka, aktivitas tersebut masih dapat dilakukan sendiri.
Lebih jauh, penelitian itu didukung oleh data lain yang mengungkap hal serupa. Tujuannya untuk mengetahui seberapa besar kebahagian seseorang ketika menghabiskan uang tiap bulan untuk meningkatkan waktu luang dengan membayar layanan jasa.
Sebanyak 6.000 orang dari kelompok pendapatan yang jauh berbeda di AS menyelesaikan survei ini dengan menilai tingkat kebahagian mereka dari skala 0 sampai 10.
"Kami menemukan bahwa orang-orang yang menghabiskan uang untuk 'membeli waktu' dilaporkan hampir satu poin lebih tinggi dalam skala 10 dibandingkan dengan orang-orang yang tidak menggunakan uang untuk 'membeli waktu'," jelas Dunn.
Penambahan satu poin mungkin terlihat tidak banyak berpengaruh. Namun, para peneliti menyatakan bahwa mereka puas dengan hasil tersebut karena riset ini bukan hal yang mudah. Peneliti juga ingin memahami lebih banyak tentang kondisi ini.
Dalam pernyataan ke NPR, Seorang profesor klinik ilmu psikiatri dan biobehavioral di UCLA yang tak terlibat dalam penelitian, Emanuel Maidenberg menyatakan bahwa ia sedikit terkejut dengan hasilnya.
Maidenberg beranggapan bahwa mungkin layanan jasa ini dapat digunakan sebagai alat manajemen stres. Namun, masih ada pertanyaan yang belum terjawab mengenai panjang waktu dari perasaan positif yang dihasilkan. </span> (ara/rah)
Baca Kelanjutan Habiskan Uang untuk 'Membeli' Waktu Bisa Bikin Bahagia : http://ift.tt/2x0E4gkBagikan Berita Ini
0 Response to "Habiskan Uang untuk 'Membeli' Waktu Bisa Bikin Bahagia"
Post a Comment