Dalam keterangan tertulis diterima di Jakarta, Rabu (21/11), Kepala Balai Taman Nasional Wakatobi Heri Santoso menjelaskan penarikan paus dari laut ke lokasi penguburan, yaitu Pantai Watululu, menggunakan speed boat Pos TNI AL (POSAL) Wakatobi.
Selanjutnya kurang lebih 50 orang menarik bangkai paus untuk dimasukkan ke dalam lubang yang telah disiapkan."Untuk memudahkan, disepakati bangkai paus dibagi dua bagian yaitu badan dan kepala karena tidak memungkinkan jika ditarik sekaligus masuk ke dalam lubang. Kemudian bangkai ditimbun dengan pasir," kata Heri.
Penguburan bangkai paus dilakukan untuk menghindari dampak negatif bagi lingkungan perairan, maupun bagi masyarakat sekitar lokasi.
Selain itu penguburan paus dimaksudkan untuk menyelamatkan rangka tulang secara utuh.
"Rencananya rangka tersebut akan dijadikan spesimen oleh kampus AKKP Wakatobi sebagai bahan edukasi dan penelitian. Guna keamanan, kami juga membuat tanggul karung berisi pasir mengelilingi titik penimbunan bangkai," ujar Heri.
Proses penguburan paus ini, melibatkan tim gabungan yang terdiri atas Balai Taman Nasional Wakatobi, Akademi Komunitas Kelautan dan Perikanan (AKKP) Wakatobi, Badan Promosi Pariwisata Daerah (BPPD), POSAL Wakatobi, Dinas Kelautan dan Perikanan Kab. Wakatobi, Kepala Desa Kapota, Kepala Desa Kapota Utara, Yayasan Alam Lestari Wakatobi, WTC, WWF, serta masyarakat sekitar.
Paus Sperma dengan ukuran panjang lebih kurang 9,5 meter dan lebar lebih kurang 437 sentimeter (cm) tersebut dikubur dalam lubang dengan kisaran ukuran panjang 10 meter, lebar dua meter dan kedalaman 80 cm.
Bangkai mamalia laut ini ditemukan terdampar di Pulau Kapota, Wakatobi, dalam kondisi sudah membusuk pada Minggu (18/11).
Kondisi paus saat ditemukan sudah tidak baik dan bagian tubuhnya sudah tidak lengkap.
Pihak berwenang tidak bisa melakukan nekropsi (pembedahan bangkai) untuk mengetahui penyebab kematian paus tersebut.
Namun sampah plastik seberat 5,9 kilogram (kg) ditemukan di dalam perut paus malang tersebut.
Sampah plastik terdiri 19 plastik keras seberat 140 gram, empat botol plastik seberat 150 gram, 25 kantong plastik seberat 260 gram, dua sandal jepit seberat 270 gram, 115 gelas plastik seberat 750 gram, serta didominasi tali rafia seberat 3,26 kilogram.
Temuan ini diungkapkan oleh investigasi bersama Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Wakatobi, Balai Taman Nasional Wakatobi, Badan Promosi Pariwisata Daerah, Akademi Kelautan dan Perikanan Wakatobi, WWF, bersama masyarakat setempat.
Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) mencatat bahwa selama 2018 ini sudah ada dua paus yang terdampar di perairan wilayah setempat.
Kepala Seksi Konservasi BKSDA Provinsi Sultra, Darman, menyatakan paus pertama terdampar di Perairan Bombana pada Februari 2018 dengan panjang 13 meter dan lebar 3 meter.
"Kedua paus yang terdampar di perairan wilayah Sultra selama 2018 ini sudah dalam kondisi mati," katanya.
Darman juga menambahkan, sebelumnya pada 2015 juga ditemukan enam ekor lumba-lumba terdampar di Teluk Kendari. Dari jumlah tersebut lima ekor berhasil dievakuasi dan akhirnya dilepaskan kembali ke laut bebas sedangkan satu ekor mati.
(ard)
Baca Kelanjutan Paus Mati di Wakatobi Dikubur, Disebut Bukan Kasus Pertama : https://ift.tt/2FAStpmBagikan Berita Ini
0 Response to "Paus Mati di Wakatobi Dikubur, Disebut Bukan Kasus Pertama"
Post a Comment