Pantauan CNNIndonesia TV di Asmat, sebelumnya ada 18 anak yang terkena kasus gizi buruk dirawat di RS daerah Agats, dan kini bertambah 15 anak.
Semalam, ke-15 anak dipindah ke gereja untuk perawatan medis di sana, karena di RS sudah tidak memadai lagi. Pasien rawat jalan sebanyak 57 anak. Rentang usia mereka adalah dari umur delapan bulan sampai 3 tahun.
Dalam menangani wabah campak dan kasus gizi buruk ini, sejumlah tim kesehatan sudah beranjak menuju 9 titik yang ada di 23 distrik, 224 kampung sekabupaten Asmat.
Tenaga kesehatan memasok makanan tambahan bergizi untuk anak yang gizi buruk. Sementara, untuk anak sehat yang belum dapat imunisasi lengkap, diimunisasi kembali.
"Yang jadi persoalan di RS ini, tidak ada dokter spesialis anak. Yang ada delapan dokter, hanya dua spesialis, dan itu dokter bedah, bukan dokter spesialis anak," ujar Femi Afriadi, koresponden CNNIndonesia TV, saat dihubungi Jumat (19/1).
Menurutnya, di Asmat terjadi kekurangan tenaga medis. Dari 16 puskesmas sekabupaten Asmat, hanya ada 4 dokter, yakni di puskesmas Agats (1), Suru Suru (1), Pirimapun (1), dan puskesmas Basim (1).
Sementara, beberapa warga ada yang tinggal di pedalaman, atau lokasi yang cukup jauh dari kota/kabupaten. Mereka juga masih hidup berpindah-pindah, tidak menetap dalam satu kampung.
Pemerintah daerah setempat mengklaim program vaksinasi atau imunisasi berkala sudah diterapkan. Hanya saja persoalan ada di masyarakat, yang pola hidupnya berpindah-pindah, tidak menetap di kampung.
Kondisi ini ditambah dengan sugesti kalau anak divaksin pasti demam. "Mereka pikir anaknya sakit, sehingga dilarang oleh orangtua, bapak ibu untuk vaksin lagi," tambah Femi.
Tenaga medis memeriksa anak yang terkena kasus gizi buruk di Asmat, Papua, (17/1). (Foto: AFP PHOTO / MUHAMMAD AIDI)
|
Persoalan mendasar
Dalam pantauan CNN Indonesia TV, mata pencaharian warga yang tak tetap juga berkaitan dengan persoalan gizi buruk. Rata-rata nelayan, dan atau pekerja bongkar muat kapal.
Mereka kadang dapat hasil tangkapan, kadang tidak. Kondisi ini ditambah juga dengan minimnya higienitas di tempat tinggal dan sanitasi yang buruk.
Beberapa anak berperut buncit. Ada anak yang berumur 1,5 tahun, tapi berat hanya 50 kilogram.
Korban bertambah
Sementara dari tim kesehatan yang turun, mereka menemukan korban baru setelah menyusuri setiap bivak di kampung-kampung. Jika ada yang terindikasi gizi buruk, campak, atau komplikasi penyakit butuh ditangani di tempat, maka diobati di tempat.
Kalau butuh rujukan, dibawa ke rumah sakit.
"Makanya semakin banyak jumlahnya, memang sekarang sistemnya jemput bola," tambah Femi.
Yang perlu dan mendesak, kata Femi, persoalan kesulitan mendapatkan tenaga medis. Dari 2017, pemerintah setempat pernah menganggarkan target tenaga medis lima dokter, tapi hanya satu saja yang dapat.
Untuk mencari tenaga medis di Asmat tidak mudah. Akses yang sulit, serta tergantung cuaca. Dari Timika atau Jayapura, yang tersedia pesawat kecil. Jika berangkat dengan kapal dari Jakarta atau Surabaya butuh perjalanan 12-14 hari untuk berlayar.
Mengingat kendala tersebut, pemda pun memberikan insentif cukup besar. Satu dokter diberikan 40 juta-an, bagi yang bersedia di sana, dengan tambahan fasilitas seperti rumah dan kendaraan.
"Akhir bulan ini, bupati janjikan satu dokter lagi. Mereka berharap ada pihak luar di sana, yang terketuk hatinya datang ke sini," ujar dia.
(rah)
Baca Kelanjutan Wabah Campak dan Gizi Buruk Asmat Sebabkan 68 Meninggal : http://ift.tt/2rjGAwQBagikan Berita Ini
0 Response to "Wabah Campak dan Gizi Buruk Asmat Sebabkan 68 Meninggal"
Post a Comment