Ibu kota Hungaria itu seakan tak pernah tidur. Ada saja penduduk atau turis yang terlihat wara-wiri di sana sepanjang hari.
Selain mengunjungi objek wisata yang populer seperti Kastel Buda dan Mata Air Panas Széchenyi, mereka juga memadati kafe atau bar yang berada di sepanjang jalanan utama kota.Namun, bagi sebagian penduduk lokal, kepopuleran Budapest membuat kehidupan mereka mulai sedikit terganggu.
“Tembok rumah saya bergetar setiap malam. Saya jadi sulit tidur,” kata Dora Garai, salah satu penduduk yang bermukim dekat area keriaan malam Budapest.
“Di pagi hari, saya biasanya menemukan mobil saya terkena muntahan seseorang,” lanjutnya.
Aksi unjuk rasa menolak kehadiran turis pun mulai bermunculan di Budapest, sama seperti yang telah terjadi di Barcelona dan Amsterdam.
Budapest menjadi destinasi wisata populer karena letaknya yang strategis. Biaya berwisata di sini—mulai dari tiket penerbangan, tempat penginapan, sampai segelas bir, juga tak mahal.
Segelas bir dihargai Rp33 ribuan, sementara di London harganya mulai dari Rp90 ribuan.
Oleh karena itu, tak heran banyak turis dari Amerika dan Eropa yang datang ke sini.
“Kami hanya mengeluarkan sedikit uang untuk bisa bersenang-senang di sini,” kata salah satu turis asal Denmark bersama kawanannya yang hendak berpesta di sebuah kelab malam.
Jumlah kunjungan turis ke Budapest naik dua kali lipat sejak tahun 2009, sebanyak 3,5 juta orang turis, seperti yang dikutip dari data Euromonitor.
Jumlah bar dan restoran juga meningkat sejak lima tahun yang lalu. Saat ini ada 800 usaha bisnis yang buka di sana.
Di setiap musim, turis berdatangan, bahkan di musim dingin yang biasanya sedang dilanda suhu ekstrem.
“Serbuan” turis membuat banyak penduduk lokal Budapest yang berencana memindahkan rumahnya.
Komunitas penduduk lokal Budapest saat ini meminta pemerintah kota untuk membuat aturan yang lebih ketat demi pengembangan industri pariwisata yang lebih baik.
Mereka menuntut agar area keriaan malam dipindahkan di ujung kota dan hanya beroperasi hingga tengah malam, tidak lagi semalam suntuk.
Abel Zsendovits, pengelola Szimpla Kert—bar yang dinobatkan terbaik oleh Lonely Planet pada tahun 2014, mengaku ikut khawatir dengan “serbuan” turis di Budapest.
“Ya, kondisinya sangat ruwet saat ini. Kami berharap pemerintah bisa mengelola industri pariwisata Budapest dengan lebih baik, tanpa mengecewakan pelaku usaha yang berbisnis di sini,” kata Zsendovits.
Zsendovits tak tinggal diam mengatasi keruwetan di kotanya. Ia menempatkan petugas keamanannya di sekitar bar untuk menjaga situasi, jika ada pengunjung yang berselisih dengan penduduk lokal.
Melanie Kay Smith, pengamat dari Universitas Corvinus Budapest mengatakan kalau pemerintah kota perlu segera melakukan pembenahan sebelum penduduk kota Budapest minggat atau melakukan aksi penolakan yang lebih anarkis.
“Pemerintah kota bisa membuat peraturan kenaikan tarif untuk bisnis wisata, sehingga turis tak lagi menganggap Budapest sebagai destinasi wisata murahan,” kata Smith.
(ard)
Baca Kelanjutan Dilema Budapest Jadi Pusat Pesta Murah Meriah di Eropa : http://ift.tt/2DABRsLBagikan Berita Ini
0 Response to "Dilema Budapest Jadi Pusat Pesta Murah Meriah di Eropa"
Post a Comment