Search

Ironi di Balik Gemerlap Jakarta Fashion Week 2018

Jakarta, CNN Indonesia -- Glamor, megah dan tentunya fashionable, tiga hal yang langsung dapat ditangkap saat memasuki tenda gelaran Jakarta Fashion Week 2018. Gelaran fashion tahunan ini memasuki usia ke-10. Mulai 21 Oktober, area parkir Senayan City disulap menjadi panggung catwalk megah plus tata pecahayaan yang membuatnya gemerlap.

Semalam JFW 2018 mengakhiri 'pestanya' lewat gelaran Dewi Fashion Knights (DFK). Sesaat sebelum fashion show dimulai, Svida Alisjahbana, Ketua Umum JFW sekaligus CEO Femina Group menuturkan bahwa gelaran JFW menjadi perayaan akan keberagaman lewat kreativitas.

"Semoga ide-ide, gagasan, kreativitas dalam Jakarta Fashion Week bisa memberikan kontribusi pada inovasi fashion Indonesia," ujarnya di fashion tent JFW 2018, Jumat (27/10).

Ucapan Svida ini kemudian disusul riuh tepuk tangan hadirin. Gelaran yang mengambil tema "Bhinneka dan Berkarya" ini memang diakui sebagai gelaran fashion terbesar saat ini, lengkap dengan deretan desainer tanah air dan mancanegara.

Kesan 'wah' tak hanya terpancar berkat karya-karya apik desainer, tapi juga para pengunjung yang rasanya tak kalah fashionable dari para model. Alhasil, belum sampai masuk ke area panggung pun, mata langsung bisa menangkap dandanan atau tampilan 'wah' dan tak jarang unik.

Aneka makanan dan minuman pun menyambut mereka yang hadir semalam. Semua tertawa, semua senang, semua menikmati acara. Bahkan usai peragaan busana, para model turut melebur bersama para tamu undangan untuk menikmati suguhan penyelenggara acara.

Namun, mungkin tak semua sadar bahwa di balik 'pesta' yang mereka nikmati, ada sebuah persoalan serius.

Rupanya ada perselisihan antara karyawan Femina Group dengan perusahaan tempat mereka bekerja. Karyawan yang tergabung dalam Forum Komunikasi Karyawan Femina Group (FKK-FG) tak menerima gaji penuh sejak awal 2016 lalu.

JFW 2018 menyajikan karya desainer terkemuka.JFW 2018 menyajikan karya desainer terkemuka. (CNN Indonesia/Safir Makki)
LBH Pers lewat rilisnya menyatakan gaji karyawan dibayar dua kali, yakni 50 persen setiap tanggal 25 dan 50 persen sisanya pada tanggal 15 setiap bulan.
Namun, skema pembayaran gaji ini berubah pada Juni/Juli 2016. Pembayaran gaji hanya 50 persen, sedangkan sisanyaa dicicil pada 2017 sebesar 25 persen kemudian 12,5 persen. Hingga kini masih tersisa 12,5 persen.

Pada hari raya Idul Fitri, karyawan tidak menerima Tunjangan Hari Raya yakni sebesar 70 persen dari gaji. Setelah Idul Fitri, skema pembayaran gaji semakin tidak menentu tanpa pernah mencapai persentase 100 persen.

"Kondisi ini berdampak pada penghidupan layak ke teman-teman karyawan Femina Group," ujar Gading Yonggar Ditya, pengacara LBH Pers, membenarkan isi surat pernyataan itu.

Berbagai langkah, termasuk diskusi dengan pihak perusahaan, tak menemukan solusi atau jawaban pasti. Akhirnya, lanjut Gading, 15 orang yang berasal dari berbagai anak perusahaan Femina Group pun memberikan kuasa pada LBH Pers.

Pagelaran busana di JFW 2018. Pagelaran busana di JFW 2018. (CNN Indonesia/Safir Makki)
Akan tetapi hingga kini belum ada titik terang dari permasalahan ini. Tiga kali pertemuan bipartit yang difasilitasi LBH Pers belum berhasil memunculkan solusi terbaik.

Muncul anggapan bahwa belum terpenuhinya hak karyawan akibat ketidakmampuan perusahaan. Padahal gelaran 'pesta' tujuh hari tujuh malam mampu diselenggarakan. Tentu gelaran fashion besar-besaran itu menelan dana besar walau ada deretan sponsor yang turut mendukung.

"Untuk langkah berikutnya, minggu ini atau minggu depan akan proses mediasi dengan pihak suku dinas Tenaga Kerja, karena di tingkat bipartit deadlock, upaya maksimal kita berikutnya ada di mediasi," ujarnya.

Sementara itu, pihak Femina Group enggan memberikan keterangan terkait persoalan rumah tangga perusahaannya. Gillian, pihak HRD Femina Group mengatakan perusahaan tidak diam saja dengan pemberitaan yang makin viral perihal perusahaannya.
Namun, ia tak memberikan keterangan apapun karena menurutnya, semua ditangani bagian manajemen melalui pengacara.

Jawaban senada juga ia berikan terkait pertemuan bipartit antara perusahaan dengan FKK-FG.

"Saya tidak bisa menjawab langsung. Apa yang sudah kita lakukan dari sisi perusahaan, kita serahkan semua pada lawyer kita untuk jawab semua," saat dihubungi CNNIndonesia.com, Selasa (24/10) malam.

Sungguh ironis. Pesta berlangsung meriah tapi di baliknya ada kisah pilu. Gaji yang dicicil membawa dampak pada pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari karyawan.

Bagi yang sudah berkeluarga, mereka jadi kesulitan membayar biaya sekolah anak. Bahkan, Gading menuturkan, ada karyawan yang harus menjual barang-barang rumah demi bisa berangkat ke kantor.

Ia pun berharap, persoalan ini bisa selesai di mediasi tanpa harus ke meja hijau.

"Enjoy the show and we'll see you next year," ujar Svida menutup pidatonya.

Tahun depan, adakah JFW lagi?

(aal)

Let's block ads! (Why?)

Baca Kelanjutan Ironi di Balik Gemerlap Jakarta Fashion Week 2018 : http://ift.tt/2ye3rgm

Bagikan Berita Ini

0 Response to "Ironi di Balik Gemerlap Jakarta Fashion Week 2018"

Post a Comment

Powered by Blogger.