Search

Hari Aksara Internasional, Momen Melek Baca di Era Digital

Diperingati setiap 8 September, Hari Aksara Internasional (HAI) menjadi momen untuk menggalakkan minat baca.

Merunut rekam jejaknya, peringatan HAI digagas Unesco dalam konferensi para menteri pendidikan dunia pada 1965. Untuk kali pertamanya HAI kemudian diperingati pada 1966 dan terus berlangsung hingga hari ini.

Pada 2017, Unesco mengusung tema peringatan HAI dengan tajuk 'Literacy in a Digital World'. Kemendikbud pun turut merayakannya dengan mengusung tema yang tak jauh dari itu dengan Membangun Budaya Literasi di Era Digital yang berlangsung di Kuningan, Jawa Barat, pada Jumat (8/9). 

"Tema tersebut sesuai dengan era digital di abad 21 yang tak bisa dihindari," ujar Ari Santoso, Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Masyarakat Kemendikbud, saat dihubungi pada Jumat (8/9). 


Lebih jauh, Ari menuturkan dalam catatan terakhir, terjadi peningkatan jumlah penduduk yang melek aksara. 

Berdasarkan data yang dihimpun Badan Pusat Statistik serta Pusat Data dan Statistik Pendidikan dan Kebudayaan Kemendikbud, capaian di 2016, penduduk Indonesia yang telah berhasil melek aksara mencapai 97,93 persen atau hanya tinggal sekitar 2,07 persen. 

Kata dia, tingkat buta aksara di Indonesia itu sama dengan sekitar 3,4 juta dari jumlah penduduk, yang sebagian besarnya berusia di atas 45 tahun. Angka ini naik dari sebelumnya di lima persen. 

Peningkatan jumlah penduduk yang melek aksara diperoleh dari sejumlah upaya. Di antaranya, dari mulai program belajar 6 tahun, 9 tahun dan 12 tahun. Selain itu ada juga kejar paket a, b dan c. 

“Sekarang juga sudah ada program sekolah yang wajib baca sebelum masuk kelas. Buku-buku yang didistribusikan ke sekolah-sekolah juga banyak, seperti buku cerita. Buku-buku juga sekarang banyak yang dibuat digital,” tuturnya.


Meskipun begitu, kata Ari, masih ada kendala dalam memberantas buta aksara dan meningkatkan minat baca kerap terjadi. Kendala yang dialami tersebut di antaranya karena adanya pengaruh kultur dan budaya yang ada di masyarakat.

“Misalnya orang yang tinggal di pelosok di mana untuk mengunjunginya itu berat, karena terkait letak geografis. Ada juga karena sosial budaya, misalnya suku Baduy yang menolak,” tambah Ari.

Di luar itu, ada juga kendala karena adanya perbedaan status ekonomi sosial. “Jika status ekonomi sosialnya tinggi maka kesempatan untuk memeroleh pendidikan juga tinggi, sedangkan yang status ekonominya rendah biasanya sulit untuk memperoleh hal tersebut,” jelasnya.

Dengan berbagai kendala itu, penggalakan aksi ayo membaca dan melek aksara masih harus terus dilakukan. Salah satunya adalah dengan kembali menggalakkan minat baca lewat perayaan Hari Aksara Internasional ini. Di media sosial seperti Twitter pun ramai dengan hashtag #HAI2017.

Let's block ads! (Why?)

Baca Kelanjutan Hari Aksara Internasional, Momen Melek Baca di Era Digital : http://ift.tt/2gRLaOo

Bagikan Berita Ini

0 Response to "Hari Aksara Internasional, Momen Melek Baca di Era Digital"

Post a Comment

Powered by Blogger.