“Penanganan kasus juga bekerjasama dengan Densus 88 dan Kementerian Agama. Rehabilitasi kasus anak juga selalu didampingi orang tua,” kata Direktur Rehabilitasi Sosial Anak Kemensos Sosial Nahar, di Jakarta pada Sabtu (22/7).
Nahar lanjut menjelaskan, proses rehabilitasi berlangsung selama satu bulan. Ratusan orang yang ditangani Kemensos sejak tahun lalu saat ini sudah dipulangkan.
Perangkat komunikasi elektronik disebut Nahar menjadi salah satu sumber terpaparnya anak oleh paham radikalisme. Kondisi itu diperparah dengan ketiadaan sosok orang tua atau guru yang seharusnya bisa membantu anak memahami segala informasi dari internet.
“Misalnya dari Youtube ada video ISIS, tanpa bimbingan orang tua di rumah atau guru di sekolah seorang anak bisa saja terpapar paham radikalisme,” ujar Nahar.
Tak hanya dunia maya, sistem pembelajaran di sekolah juga perlu pengawalan orang tua. Jangan sampai, anak malah terpapar paham radikalisme dari ajaran gurunya.
Namun, Kemensos belum memiliki data rinci mengenai hal tersebut.
“Jangan sampai, misalnya, ada uztaz di pesantren yang mengajarkan anak mengenai paham radikalisme,” kata Nahar.
Sementara itu, Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Jasa Putra mengatakan, pihaknya telah melakukan diskusi dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait maraknya tayangan televisi yang dianggap dapat merusak mental dan sikap seorang anak.
"Ada kebisingan publik, anak-anak melihat tidak lagi tontoan yang bisa meneduhkan," kata Jasa.
Maka dari itu, KPAI meminta pemerintah menyaring ulang tayangan di segala media, agar anak tidak meniru hal buruk yang ditontonnya setiap hari.
Pasalnya, menurut Jasa, anak memiliki fase peniru ulung, sehingga mudah sekali terkontaminasi.
"Kami berharap yang ditampilkan di media tidak membuat anak berperilaku menyimpang," tandas Jasa.
(ard)
Baca Kelanjutan Semakin Banyak Anak yang Terpapar Paham Radikalisme : http://ift.tt/2ukDhn7Bagikan Berita Ini
0 Response to "Semakin Banyak Anak yang Terpapar Paham Radikalisme"
Post a Comment