Hampir semua orang di penjuru dunia mengunjungi Oktoberfest di Munich, Jerman. Setiap tahunnya festival diberitakan penuh sesak.
Jika bukan karena teman yang memiliki koneksi dengan 'orang dalam', mungkin saya juga tak bisa berkesempatan menyaksikan keriuhan festival bir terbesar di dunia ini.Dentuman musik Jerman menggugah tubuh saya untuk bergoyang mengikuti irama. Dorongan hati untuk berdendang juga tak bisa tertahankan.
Dalam hati saya menduga, keluwesan dalam berpesta ini pasti berkat bergelas-gelas bir yang sukses melonggarkan kendali tubuh.
Dan nampaknya, bukan hanya saya yang dirasuki hasrat berpesta ria.
Hampir seisi tenda ikut berlaga layaknya raja dansa dan juara karaoke. Tak melewatkan sejumlah pengunjung yang bahkan tak sungkan berdansa di atas meja.
Pantas saja banyak orang yang rela mengeluarkan biaya besar untuk menikmati Oktoberfest jauh-jauh di Munich. Euforia pesta dan kebersamaan yang dirasakan dalam festival memang setimpal dengan usaha yang dikeluarkan.
Yang saya maksud dengan usaha di sini adalah bagaimana susahnya mendapatkan reservasi untuk menikmati riuh festival. Belum lagi biaya kamar hotel dekat lokasi acara yang bisa naik tiga kali lipat di bulan Oktober.
Oktoberfest digelar selama dua minggu di area lapangan besar, dari 22 September sampai 7 Oktober.
Selama dua minggu acara berjejer 14 tenda yang menyuguhkan bir dan kuliner khas Jerman.
Käfer's Wies'n-Schänke, atau kerap dijuluki tenda selebriti, merupakan tenda paling populer di antara belasan tenda lain.
Disebut tenda selebriti karena memang isinya penuh selebriti.
Kalau tak punya nama belakang yang beken, jangan harap bisa mendapatkan kesempatan memasuki tenda ini.
Susana Oktoberfest di Munich, Jerman. (Dok. Dara Vidya Karina)
|
Di tengah jalan, bahkan saya sempat berpapasan dengan para pemain FC Bayern Munich sebelum mereka memasuki tenda selebriti.
Hasrat ingin foto bersama hanya bisa saya telan mentah-mentah. Tak seperti di Indonesia, warga Jerman tak langsung heboh ketika bertemu orang tenar di tengah jalan.
Mungkin bisa saja saya diam-diam menangkap selfie bersama pemain bola tampan di tenda selebriti. Tapi apa daya, memesan meja di bawah kelas Käfer's Wies'n-Schänke saja butuh waktu berbulan-bulan.
Selain bir, makanan khas Jerman juga dijajakan di Oktoberfest. (Dok. Dara Vidya Karina)
|
Ini adalah Oktoberfest saya yang pertama, setelah resmi tinggal di Jerman bersama suami. Kami tinggal di Lörrach, Baden-Württemberg.
Setahun sudah berstatus suami-istri dengannya, kami baru bisa tinggal bersama sekarang.
Perlu diketahui prosedur pindah atap ke Jerman ternyata juga tak semudah yang dibayangkan, bahkan bagi yang sudah menikah resmi seperti saya.
Saya perlu kursus bahasa dulu dan mengejar sertifikat lulus ujian awal untuk akhirnya sah di terima sebagai imigran di Jerman.
Sampai sini pun, perjuangan belum selesai. Masih ada kursus intergasi yang harus ditekuni.
Kursus ini berisi sosialisasi terhadap hukum yang berlaku, sejarah di balik berdirinya negara dan regulasi kehidupan sehari-hari.
Rumitnya proses pindah ke sini tak jadi penyesalan. Selain bisa dekat dengan suami, banyak hal positif yang membuat saya nyaman menumpang negeri ini.
Bayang-bayang keluarga dan lezatnya hidangan tanah air memang kerap menghantui. Namun panggilan video dan modal resep masakan dari sang ibu kiranya masih cukup menyembuhkan rindu.
---
Surat dari Rantau adalah rubrik terbaru di CNNIndonesia.com. Rubrik ini berupa "curahan hati" dari WNI yang sedang menetap di luar negeri. Bisa mengenai kisah keseharian, pengalaman wisata, sampai pandangan atas isu sosial yang sedang terjadi di negara yang ditinggali. Jika Anda ingin mengirimkan cerita, sila hubungi surel berikut: ardita@cnnindonesia.com, ike.agestu@cnnindonesia.com, vetricia.wizach@cnnindonesia.com.
Kami tunggu! (fey/ard)
Baca Kelanjutan Merasakan Gempita Festival Bir Terbesar di Dunia : https://ift.tt/2CH2C1pBagikan Berita Ini
0 Response to "Merasakan Gempita Festival Bir Terbesar di Dunia"
Post a Comment