Kala pertama memulai karier sebagai pengiring musik di kapal pesiar Princess Cruise, wisata kapal pesiar belum marak seperti sekarang.
Saya bahkan sempat menolak saat ditawari bekerja di sana. Mereka menawari saya dan istri untuk tampil memainkan musik di restoran. Saya memainkan piano dan istri sebagai vokalis.Yang terlintas di pikiran waktu itu adalah kata percuma, karena saya rasa tak ada orang yang ingin membayar mahal untuk naik kapal pesiar hanya untuk menyaksikan band yang tampil di di restoran.
Kapal pesiar di benak saya bukanlah kapal raksasa dengan interior dan fasilitas layaknya hotel bintang lima.
Saya pikir kapal pesiar hanyalah kapal biasa seperti kapal ferry dengan kapasitas yang lebih besar.
Setelah menolak tawaran pekerjaan tersebut, saya malah berpapasan dengan video tampilan Princess Cruise ketika iseng berlalu-lalang di dunia maya.
Pangling melihat megahnya interior kapal, saya pun menyesal telah menolak tawaran bekerja sambil berwisata di kapal pesiar mewah itu.
Tapi rezeki memang di tangan Tuhan. Tak berapa lama, tawaran itu datang lagi dan langsung saya sambut dengan kesungguhan. Impian bekerja sambil berwisata jadi kenyataan.
Menumpang lima kapal pesiar milik Princess Cruise dengan rute mulai dari Singapura, Jepang, Brunei, Sri Lanka, India, Dubai, Inggris hingga Perancis sudah saya rasakan.
Penulis berpose di depan kapal pesiar yang sedang berlabuh. (Dok. Rio Oktavianto)
|
Yang belum saya rasakan tinggal rute ke Amerika dan Afrika saja, karena kontrak bekerja di kapal yang saya dapat tak meliputi rute dua benua tersebut.
Walau hati merasa bahagia bisa menghibur banyak keluarga dan pasangan, tapi jujur saya lidah dan perut saya kurang sepakat merasakan hal yang sama.
Sebagai pecinta kuliner Indonesia, di kapal pesiar tak ada menemukan menu-menu yang biasa saya dapatkan dengan mudah di Tanah Air, seperti Nasi Padang, Gado-gado, Pecel Lele dan sebagainya.
Tak ingin berkeluh kesah, saya mencoba menyiasati lidah dan perut dengan berwisata kuliner khas negara tempat kapal berlabuh, tentu saja yang rasanya hampir mendekati mirip dengan masakan Indonesia.
Jika tak menemukan yang mirip-mirip masakan rumahan, saya tak segan untuk memesan telur dadar, ayam goreng atau nasi goreng di restoran yang didatangi.
Setiap kapal merapat di Thailand, saya selalu memesan ketiga menu tersebut. Tiga hidangan tersebut menjadi menu mutlak makan siang maupun malam.
Resep telur dadar di Thailand bahkan lumayan sama persis dengan telur dadar buatan abang nasi goreng dekat rumah di Jakarta.
Meski susah menyenangkan lidah dan perut, saya tetap bahagia bisa bekerja di kapal pesiar, karena impian saya menginjakkan kaki ke Eropa sudah terwujud.
Pertama kali menginjakkan kaki di benua empat musim itu, mata saya membelalak lebar dan senyum tersungging, karena melihat pemandangan kota yang sangat cantik nan bersih.
Penulis dan istri. (Dok. Rio Oktavianto)
|
Bertahun-tahun bekerja di kapal pesiar juga membuat saya mengenal karakter manusia dari berbagai penjuru dunia.
Tak seperti kebanyakan penduduk Indonesia yang kerap mendengarkan pertunjukan musik sebagai pengiring makan atau minum bir dan kopi, turis mancanegara di kapal pesiar seperti mengerti betul cara mengapresiasi musik.
Sering kali tamu mengajak saya dan istri berbincang dan menceritakan ihwal tujuan mereka berlibur di kapal pesiar.
Kehangatan itu membuat rasa rindu keluarga di Indonesia lumayan terobati, karena saya terbilang jarang menelepon mereka dengan alasan biaya internet sangatlah mahal.
Saya sangat bersyukur dengan segala keberuntungan yang saya dapati dalam lima tahun terakhir ini.
Kalau saja seluruh sanak keluarga serta anak bisa saya ajak serta, mungkin kehidupan saya di kapal pesiar akan sangat sempurna.
---
Surat dari Rantau adalah rubrik terbaru di CNNIndonesia.com. Rubrik ini berupa "curahan hati" dari WNI yang sedang menetap di luar negeri. Bisa mengenai kisah keseharian, pengalaman wisata, sampai pandangan atas isu sosial yang sedang terjadi di negara yang ditinggali. Jika Anda ingin mengirimkan cerita, sila hubungi surel berikut: ardita@cnnindonesia.com, ike.agestu@cnnindonesia.com, vetricia.wizach@cnnindonesia.com.
(fey/ard)
Baca Kelanjutan Mencari Telur Dadar di Atas Kapal Pesiar : https://ift.tt/2R2w3y6Bagikan Berita Ini
0 Response to "Mencari Telur Dadar di Atas Kapal Pesiar"
Post a Comment