Saya mendarat di Bandara Internasional Ngurah Rai Bali pada hari Jumat, sekitar pukul 15.30 Wita. Butuh waktu nyaris 60 menit untuk menuju lokasi bermalam di kawasan Petitenget, yaitu Alila Seminyak.
Barangkali salah satu hal yang menyebalkan di Bali adalah hiruk pikuk dan kesemrawutan di jalanan yang sempit.Setibanya di hotel saya disambut oleh keramahan petugas hotel dan aroma sereh di lobi.
Kemana pun saya pergi, aroma sereh selalu mengikuti. Baik itu di kamar mandi, hingga kamar tempat saya beristirahat.
Wangi tersebut seakan ingin membuat tamu lupa akan ruwetnya jalanan di depan hotel.
Bagi yang terbiasa, mencium aroma sereh bakal terasa menyenangkan. Dan sebaliknya, untuk yang kurang terbiasa, wangi tersebut terasa menyengat.
Saat itu saya mendapatkan kamar tipe Alila Ocean Suite.
Selain king bed, kamar seluas 60 meter persegi ini juga dilengkapi dengan fasilitas ruang tamu, kamar mandi dengan shower dan bathub serta balkon terbuka.
Kamar tipe Alila Ocean Suite. (Dok. Alila Seminyak)
|
Balkon yang menghadap ke infinty pool dan Samudera Hindia menjadi area favorit saya di kamar.
Dilengkapi dengan sofa empuk untuk bermalas-malasan, area balkon kamar tipe Alila Ocean Suite yang menghadap langsung ke tepi Pantai Seminyak dan Samudera Hindia ini membuat harga menginap US$514 (sekitar Rp7,7 juta) per malam menjadi pantas dibayar.
Area balkon Alila Ocean Suite. (Dok. Alila Seminyak)
|
Setelah satu jam lebih saya 'bersemedi' di teras ditemani secangkir kopi, kretek, dan buah-buahan yang disajikan oleh Alila, akhirnya saya beranjak ke kamar mandi untuk bersiap sebelum jamuan makan malam.
Sekadar informasi, jangan tinggalkan jejak nikotin dalam kamar jika tidak ingin merogoh kocek jutaan rupiah sebagai denda. Tipsnya adalah tutup sekat antara balkon dan kamar dengan rapat, baru nyalakan pemantik.
Antara Garam dan Liquor
Menjelang pukul 19.00 Wita, saya ditelpon oleh pihak hotel untuk sekadar mengingatkan jamuan makan malam di restoran. Tak perlu banyak pertimbangan untuk mengiyakan, terlebih menu yang disodorkan katanya istimewa.
Berselang 10 menit kemudian, saya sudah berada di restoran kebanggaan Alila yaitu Seasalt.
Teras restoran Seasalt yang menghadap langsung ke arah pantai. (Dok. Alila Seminyak)
|
Sembari menanti hidangan tiba, saya bercengkrama dengan perwakilan hotel. Mulai dari kerecehan di media sosial, hingga politik praktis yang pelik.
Tentu saja tak lupa saya memilih 'rekan' bercengkrama yang saya tepat, yaitu Moscow Mule. Perpaduan jahe, liquor, dan es batu dalam mug spesial ini terasa sangat menyenangkan di tenggorokan.
Akhirnya setelah 30 menit larut dalam perbincangan, menu pembuka pun tiba.
Kali ini saya pihak Seasalt menghadirkan Seasalt Pairing yang terbagi dalam enam 'etape', satu etape pembuka, empat etape utama, dan satu etape penutup. Tentu saja menu utamanya adalah hasil olahan laut.
Sebelum memulai 'perlombaan' ini, saya sudah bisa membayangkan akan seperti apa rasanya perut ini saat di garis finish nanti.
Sekilas, menu dalam Seasalt Pairing memiliki nama-nama yang unik. Namun soal rasa biar lidah yang bicara.
Ketika menyantap hidangan pembuka, saya tidak merasakan kesan yang berarti. Tapi begitu rentetan hidangan utama tiba, saya tidak bisa berkutik dibuatnya.
Olahan produk lautnya yang lezat ditambah bumbu garam kreasi Seasalt, crustacean salt--garam hasil endapan air laut murni, benar-benar membuat saya bertekuk lutut.
Berbeda dengan garam biasa, crustacean salt terasa lebih gurih dan bertekstur halus saat lumer di lidah.
Penampakan crustacean salt. (Dok. Alila Seminyak)
|
Ada dua menu favorit saya dari Seasalt Pairing, pertama adalah Tentacles of The Sea yang dipadu dengan Squid Ink Salt dan minuman bernama Catch Me if You Can.
Sedangkan yang kedua adalah Ocean Symphony yang dipadu dengan crustacean salt, dan minuman berjudul Ocean Lyrics.
Menu Seasalt Pairing. (Dok. Alila Seminyak)
|
Dari namanya saja sudah bisa dibayangkan, kalau tentakel pasti berkiatan dengan cumi-cumi atau sotong.
Tingkat kealotan sotong di menu ini sangat pas untuk saya. Belum lagi ditambah dengan garam kreasi sang koki serta minuman berbahan dasar mentimun, vodka, dan sake.
Sementara itu Ocean Symphony mencerminkan maha karya lautan dalam rupa tuna dan udang merah, yang diolah dengan sudachi--sejenis jeruk nipis dan kacang hitam.
Crustacean salt kembali menjadi bumbu utama dalam masakan ini.
Jika ada yang perlu bertanggung jawab terkait menu ini tidak lain adalah Vivian Vitalis, koki asal Malaysia ini sudah puluhan tahun menggeluti dunia masak memasak. Tak heran jika ia mampu mengkreasikan menu yang paripurna.
Usai jamuan makan malam berakhir, saya melanjutkan aktivitas 'bersemedi' di balkon kamar hotel.
Saya benar-benar kehilangan minat untuk menghibur diri dengan geliat di kawasan Seminyak, karena menikmati suara debur ombak dan cahaya rembulan dari balkon kamar sudah lebih dari cukup untuk saya.
(ard) Baca Kelanjutan Filosofi Sereh dan Garam dari Tepi Pantai Seminyak : https://ift.tt/2PgnGC8Bagikan Berita Ini
0 Response to "Filosofi Sereh dan Garam dari Tepi Pantai Seminyak"
Post a Comment