Search

Kolaborasi Apik 3 Desainer 'On Fleek' JFFF 2018

Jakarta, CNN Indonesia -- Jakarta Fashion and Food Festival (JFFF) 2018 pada Kamis (19/4) malam menggelar fashion show pembuka. Menggaet tiga desainer muda yakni Albert Yanuar, Patrick Owen, dan Yosafat Dwi Kurniawan, JFFF mengambil tema 'On Fleek'.

Menurut Cut Meutia, Deputy Chairman JFFF, tema ini diambil dari istilah yang kerap digunakan generasi milenial di banyak negara. 'On Fleek', kata Meutia, sering dipakai untuk menyatakan suatu maksud dan tepat sasaran. Oleh karenya JFFF memberikan ruang pada tiga desainer muda yang dianggap kreatif, selalu berinovasi dan karya yang sesuai target pasar.

"Fashion show ini ingin menyampaikan pesan bahwa sekarang serba digital, beragam input harus diolah dan kreativitas ditujukan ke sesuatu yang positif dan tepat sasaran," katanya dalam konferensi pers jelang fashion show di Harris Hotel, Kelapa Gading, Jakarta Utara, Kamis (19/4).


Dari tiga desainer, Patrick Owen pun jadi pembuka jalan. Musik berdentum begitu keras. Aneka gimmick mulai dari penampilan dance hingga penyanyi seolah tak puas membuat penikmat fashion penasaran. Patrick berkata koleksi bertajuk 'Re:Mata' memang pernah ia tampilkan di gelaran Amazon Tokyo Fashion Week 2018, tapi ia memberikan sentuhan berbeda untuk JFFF 2018.
Kreasi Albert YanuarFoto: CNN Indonesia/Elise Dwi Ratnasari
Kreasi Patrick Owen

"Re ini dari relooking, melihat dengan mata, tapi dalam bahasa Sanskrit 'mata' berarti perspektif," kata Patrick.

Sebanyak 23 looks seolah ia bagi ke dalam tiga fase. Tata cahaya yang apik menyuguhkan pertunjukan menarik. Dalam tiga fase ini penikmat fashion 'disiram' dengan tiga warna lampu berbeda. Namun busana-busana ini tak kehilangan keunikannya.

Patrick menonjolkan kebebasannya dalam mengolah bahan dan cutting. Paduan knit outwear tampak padu dengan material lain. Ia juga menggunakan elemen kaos dengan warna blok plus bawahan berupa celana lebar. Tak disangka ia juga menggunakan elemen berupa plastik bahkan kantong kresek.

"Saya mengambil inspirasi dari masa kecil saya. Saya suka lego. Ia dapat dibuat apapun yang kita mau, bebas. Namun makin tua kebebasan untuk berkreasi berkurang," ujarnya.

Kebebasan masa kecilnya tergambar dalam layer-layer busana yang agak 'asal', tapi tetap edgy. Ia tak ragu menggunakan elemen yang bersifat tradisional tapi dikemas semodern mungkin misalnya dengan motif batik yang dimodifikasi tanpa ikut pakem batik pada umumnya.

Koleksi Yosafat Dwi KurniawanFoto: CNN Indonesia/Elise Dwi Ratnasari
Koleksi Yosafat Dwi Kurniawan

Kesenangan masa kecilnya tertuang dalam warna-warna cerah seperti kuning mustard dan merah menyala. Elemen yang cukup unik ialah penggunaan tas ransel khas anak sekolah.

Mendadak atmosfer kebebasan masa kecil pudar dan digantikan busana-busana minimalis dari Yosafat Dwi Kurniawan. Yosafat sendiri mengangkat tema 'Literalist'. Literalist sendiri adalah sebutan bagi seniman minimalis era 1960-an.

"Saya sempat riset customer. Mereka ternyata ingin punya baju yang simpel, unik dan enggak sekali pakai, jadilah saya eksplor proporsi di sini," kata Yosafat.

Sebanyak 15 looks yang ia pamerkan tak banyak bermain dengan bentuk, warna maupun detail atau dekorasi. Beberapa busana yang awal muncul, Yosafat banyak mengeksplorasi bahan velvet abu. Siluet-siluetnya pun simpel seperti celana panjang, blus lengan panjang, rok dengan belahan di tengah dan atasan tanpa lengan.


Sisi unik justru ia tunjukkan di beberapa busana setelahnya. Aneka dress memiliki warna abu tua, tapi memiliki detail berupa lipatan menyilang di dada. Lipatan ini memiliki warna terang seperti kuning dan ada pula warna pink.

Rupanya warna terang ini tak sekadar jadi pemanis. Terdapat dress A line dengan warna pink maupun kuning. Tak hanya dress, ia juga mengeluarkan koleksi celana 7/8. Atasannya terbilang unik yakni oversized suit dengan kerah berwarna cerah pink serta kuning.

Meski tampak simpel, Yosafat mengaku ia sendiri harus turun tangan untuk membuat busananya. Ia membuat dari nol hingga mengajari para staf.

"Saya mengubah cutting yang biasanya. Sesimpel mungkin tapi efeknya unik, reverse, se-wearable mungkin. Untung saya bisa gambar pola," katanya disusul tawa.

Kesan 1960-an tak hanya tampak lewat warna maupun siluet busana. Tatanan rambut dan make up simpel ala Audrey Hepburn diaplikasikan pada para model.

Meninggalkan era 1960-an, hadirin diajak berpetualang bersama Albert Yanuar. Mengambil tema 'Cruise to a Dynasty', Albert terinspirasi hobi kaum milenial yakni travelling atau melakukan perjalanan. Perjalanan yang dilakukan, kata dia, hendaknya tetap menghargai budaya setempat.

Tampaknya Albert hanya mengajak penikmat fashion berpetualang ke negeri tirai bambu. Atmosfer chinese sangat kental berkat dua unsur dalam dekorasi busana yaitu naga sebagai lambang kemakmuran dan burung phoenix sebagai lambang kelahiran kembali.

"Ini busana semi couture agar bisa masuk ke pasar baru. Biasanya saya mendesain busana-busana couture, banyak detail, dekorasi, sekarang coba olah pola yang lebih ringan dan disukai," terang Albert.

Tampaknya Albert berhasil mengambil nuansa Chinese dan dituang dalam busana ready to wear koleksinya. Ia menampilkan 13 look untuk wanita dan 4 looks untuk pria. Potongan-potongan busana bila diperhatikan merupakan modifikasi dari busana tradisional China, cheongsam. Namun rupanya ia memberikan kejutan dengan paduan jumpsuit dan outer berupa coat dengan bordir burung phoenix.

Kreasi Albert YanuarFoto: CNN Indonesia/Elise Dwi Ratnasari
Kreasi Albert Yanuar

Untuk lini busana pria, Albert memberikan kemeja plus detail motof burung phoenix dan naga yang memanjang mulai dari pundak hingga lengan.

Secara garis besar, Albert menggunakan dua unsur warna yakni biru gelap dan gold. Kesan couture masih terasa lewat kedua warna ini. Pada fase terakhir, terdapat sedikit pertunjukan dari model Paula Verhoeven. Ia muncul mengenakan outer yang cukup besar. Perlahan ia membuka outer dan akhirnya berjalan dengan busana menerawang dengan bordir cantik. (chs)

Let's block ads! (Why?)

Baca Kelanjutan Kolaborasi Apik 3 Desainer 'On Fleek' JFFF 2018 : https://ift.tt/2qKUN3h

Bagikan Berita Ini

0 Response to "Kolaborasi Apik 3 Desainer 'On Fleek' JFFF 2018"

Post a Comment

Powered by Blogger.