Search

Menjejak Lombok Demi Mandalika

Lombok, CNN Indonesia -- Banyak yang mengatakan kalau Lombok mirip dengan Bali saat tahun 90-an, indah namun belum terlalu ramai oleh turis. Bagi yang ingin berwisata perairan tapi tidak terlalu jauh dari Pulau Jawa, Lombok bisa dijadikan pilihan.

Lagipula di sana sudah ada Bandara Internasional Lombok Praya, yang melayani penerbangan dalam dan luar negeri. Sudah pasti akses berkeliling kota sudah jauh lebih mudah daripada kawasan perairan lain di Indonesia.

Dari Lombok juga turis bisa menyeberang ke Bali, Kepulauan Gili, atau Banyuwangi. Satu pulau, empat persinggahan, begitu kata turis yang sudah pernah mencoba singgah ke empat kawasan tersebut dalam seminggu.

Tak ubahnya Bali, cuaca di Lombok selalu panas. Di akhir tahun, hujan pasti turun, tapi suhunya tetap lembab.

Bedanya dengan Bali, "kebebasan" di sini tak terlalu bebas. Tak banyak kelab malam atau bar yang buka di pinggir jalan. Hal ini dikarenakan sebagian besar masyarakat Nusa Tenggara Barat merupakan pemeluk agama Islam. Suara azan juga masih terdengar sebagai penanda salat lima waktu bagi kaum Muslim.

Jika masih ingin menikmati menu non-halal, turis bisa datang ke hotel-hotel besar yang beroperasi di sana.

Dari bandara, turis bisa menyewa mobil untuk berkeliling. Selama seharian bersama supir, tarif sewanya mulai dari Rp500 ribuan per hari. Yang bisa menyetir juga bisa menyewa mobil atau motor, asal memiliki kartu surat izin mengemudi yang sah.

Akhir pekan kemarin, saya berkesempatan mengunjungi Lombok. Walau berlangsung singkat dan dalam rangka pekerjaan ke kawasan Mandalika, saya menyempatkan diri untuk menjadi turis selama seharian di sana. Berikut ini ialah pengalaman saya:

10.30 – Laut lepas di Ashtari Restaurant & Lounge

Lombok dikaruniai garis pantai berpasir putih halus. Selain Pantai Senggigi, Lombok juga punya Pantai Kuta, Pantai Tanjung Aan, Pantai Pink, Pantai Selong Belanak, Pantai Mawun, dan pantai-pantai lain di Kepulauan Gili.

Di sekitar pantai, biasanya ada tempat penginapan yang berdiri. Tarifnya mulai dari ratusan ribu rupiah sampai jutaan rupiah, tergantung fasilitas dan layanan yang disediakan. Semakin mahal tarif hotel, garis pantai yang disediakan semakin indah.

Saya menginap di Hotel Novotel Lombok yang berada dekat dengan Pantai Seger, tak jauh dari kawasan Mandalika.

Menjejak Lombok Demi MandalikaPemandangan laut lepas dari Pantai Seger. (ANTARA FOTO/Ahmad Subaidi)

Setelah matahari benar-benar terbit, saya memutuskan untuk berkunjung ke Mandalika, kawasan yang dijadikan Kawasan Ekonomi Khusus oleh pemerintah Indonesia demi menggaet turis dan investor.

Sebelum berkeliling di sana, saya memutuskan untuk sarapan di Ashtari Restaurant & Lounge. Tempat makan ini berada di atas bukit, dengan pemandangan laut lepas milik Mandalika.

Kata pengelola tempat makan, lokasi bangunannya menghadap ke arah matahari terbenam, sehingga lebih banyak pengunjung yang datang saat sore hari sampai menjelang malam.

11.00 – Bertamu ke rumah Suku Sasak

Turis yang baru pertama kali menginjakkan kaki di Lombok wajib datang ke Desa Sade, rumah Suku Sasak, suku asli di sini.

Saya dan rombongan turis lain langsung disambut gelaran Peresean. Dua orang laki-laki saling berhadapan bertelanjang dada, dengan masing-masing memegan tongkat rotan dan tameng.

Mereka melakukan aksi saling pukul yang dipimpin oleh seorang penengah. Peresean merupakan salah satu seni tari milik Suku Sasak.

Menjejak Lombok Demi MandalikaRumah-rumah di Desa Sade. (CNN Indonesia/Feri Agus Setyawan)

Desa Sade telah ada sejak ratusan tahun yang lalu. Hingga saat ini ada 150 rumah yang dihuni.

Rumah-rumah tersebut beralaskan tanah dan beratapkan ilalang. Setiap rumah pasti membuka lapak yang menjual pernak-pernik khas Nusa Tenggara Barat.

Kain tenun merupakan kain khas di sana. Ada beberapa motif kain tenun Lombok, di antaranya motif Subahnale dan Serat Penginang. Perempuan suku Sasak wajib hukumnya bisa menenun.

Menjejak Lombok Demi MandalikaPerempuan Suku Sasak wajib bisa menenun. (CNN Indonesia/Feri Agus Setyawan)

Harga kain tenun yang dijual di Desa Sade mulai dari ratusan sampai jutaan rupiah, tergantung tingkat kerumitan motifnya.

Jika dana terbatas, hanya membeli gelang atau gantungan kunci juga tak apa, karena segala yang dibeli di sana sangat membantu kehidupan masyarakat Suku Sasak.

13.00 – Santap siang di Kemangi Bar & Kitchen

Dari Desa Sade saya mampir makan siang di Kemangi Bar & Kitchen. Tempat makan ini masih belum selesai dibangun, tapi sudah siap menerima tamu.

Jus Mangga, Daging Samawa, Sapi Lada Hitam, Ikan Bakar Saos Bima dan Bebek Goreng Sambel Hijau menjadi menu makan siang saya hari itu.

[Gambas:Instagram]

Sebagai tempat makan yang lumayan berkelas di Lombok, harga per menunya masih terbilang terjangkau, mulai dari Rp15 ribu sampai Rp215 ribu.

19.00 – Menikmati Malam di tepi pantai

Setelah menyaksikan matahari terbenam di Pantai Tanjung Aan, saya memutuskan kembali ke hotel.

Sampai di sana, saya sudah disambut makan malam prasmanan dengan sajian menu khas Lombok. Yang saya incar tentu saja Ayam Taliwang pedas.

Usai makan malam, saya memutuskan untuk menikmati malam dari pinggir kolam renang, dengan pemandangan Pantai Seger.

[Gambas:Instagram]

Jika tak punya rencana keliling Lombok, Pantai Seger juga bisa dijadikan tempat untuk menghabiskan waktu. Hotel saya memiliki akses langsung ke pantai, sehingga perjalanan ke sana tak perlu memakan banyak waktu.

Setelah beberapa jam diterpa angin malam, rasa kantuk mulai menyapa, lalu saya beranjak ke kamar untuk tidur.

(ard)

Let's block ads! (Why?)

Baca Kelanjutan Menjejak Lombok Demi Mandalika : http://ift.tt/2AGdhVG

Bagikan Berita Ini

0 Response to "Menjejak Lombok Demi Mandalika"

Post a Comment

Powered by Blogger.