Penyakit tersebut digolongkan langka ketika jumlah penderitanya sangat sedikit bila dibandingkan dengan jumlah populasi pada umumnya.
Merujuk data European Organization for Rare Disease (EURODIS), 80 persen penyebab penyakit langka adalah kelainan genetik. Sedangkan untuk jenis penyakit langka terdapat tujuh ribu lebih yang sudah masuk klasifikasi.
Damayanti R Sjarif, Ketua Divisi Nutrisi dan Penyakit Metabolik Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI/RSCM menuturkan, kini Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) memiliki Indonesian Medical Education and Research Institute (IMERI) sebagai wadah bagi riset mengenai penyakit langka.
"Kami saat ini mempelajari mengenai penyakit langka, MPS Tipe II (Mukopolisakaridosis), mengumpulkan data, dan mengerjakannya di laboratorium. Selain itu, ini juga jadi pusat pendidikan, memberikan kesempatan bagi mahasiswa kedokteran sehingga mereka bisa belajar untuk mendeteksi kelainan genetik," jelasnya.
Selain MPS Tipe II, RSCM juga menangani Gaucher Disease. Kini terhitung sudah pasien kelima yang ditangani.
Klara Yuliarti, Staf Divisi Nutrisi dan Penyakit Metabolik Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI/RSCM mengatakan, pasien kelima sudah dapat ditangani dan kini kondisinya membaik.
Damayanti berkata human genome atau proyek untuk mengetahui genetik pernah dilakukan dan menemukan bahwa gen manusia sama. Hanya saja ada perbedaan sebesar 0,1 persen yang membuat wajah tiap orang berbeda dan adanya penyakit genetik.
Karena pembawaan gen inilah, pencegahan bukan lagi soal gaya hidup atau pola makan, melainkan melihat riwayat kesehatan keluarga, baik dari pihak perempuan maupun laki-laki. Damayanti memberikan istilah pengecekan terhadap 'bibit, bebet dan bobot' calon pasangan.
"Ini seperti budaya Jawa ya, budaya melihat, ada masalah atau penyakit apa yang mungkin diturunkan. Melakukan pemeriksaan sehingga riwayatnya jelas," katanya.
Pasangan perlu melakukan pre marriage consultation. Ia menuturkan, pemeriksaan ini akan mengurangi risiko terkena penyakit langka. Jika salah satu pihak adalah carrier atau pembawa penyakit serta seorang yang memiliki penyakit langka, maka risiko keturunan akan terkena penyakit serupa sebesar 25 persen.
Beruntung kini ada teknologi yang tetap memungkinkan pasangan memiliki keturunan yang sehat, meski orang tua memiliki bibit penyakit langka. Teknologi bayi tabung memungkinkan pasangan 'menyingkirkan' bibit penyakit langka pada embrio calon bayi.
"Sperma dan sel telur dipertemukan dalam cawan petri, jadi embrio. Lalu diatur, jika ada penyakit kemudian dibersihkan, baru embrio dimasukkan ke rahim," jelas Damayanti.
Ia pernah berhadapan dengan pasien yang ingin memiliki keturunan. Namun, baru duduk, sang pasien menegaskan, dirinya tidak mau bercerai. Damayanti yang heran pun menanggapi dengan ringan kalau dirinya tak meminta pasien untuk bercerai. Penyakit langka membuat pasien takut memiliki keturunan karena risiko yang begitu besar. Akhirnya teknologilah yang menyelamatkan pasien.
"Saya tidak menyuruh dia cerai, lagipula jatuh cinta enggak bisa dipindah-pindah," katanya.
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Upaya Cegah Penyakit Langka pada Anak"
Post a Comment