Mbok-mbok penjual jamu mulai jarang lagi terlihat berkeliling di depan rumah warga. Warung-warung jamu pinggir jalan mulai benar-benar terpinggirkan.
Padahal sebenarnya bisnis jamu belum terlalu pahit sepahit jamu brontowali. Bisnis jamu sebenarnya masih cukup menggiurkan.
Tengok saja adanya banyak restoran mewah dan restoran hotel yang menambahkan jamu dalam daftar menu mereka.
"Kami melihat bahwa sebenarnya banyak orang yang memang suka jamu. Di restoran Satoo, Shangri-La sendiri jamu sudah ada sejak restoran ini dibuka," kata Mayarosa, Public relation Shangri-La Jakarta kepada CNNIndonesia.com.
"Antusiasnya sangat tinggi, dan yang paling disukai adalah beras kencur dan kunyit asam."
Ngatinem, sang pembuat jamu di Shangri-La Jakarta mengungkapkan bahwa dalam satu hari dia bisa membuat berjerigen-jerigen jamu untuk memuaskan keinginan tamu-tamu hotel untuk minum jamu.
Beberapa restoran bahkan memiliki sebuah kelas pembuatan jamu tradisional. Lara Djonggrang, adalah salah satu restoran yang memiliki kelas jamu tersebut.
Sama seperti kelas memasak lainnya, tamu yang hadir dan mengikuti kelas tersebut, akan diajarkan cara membuat jamu sesuai keinginan peserta. Mereka akan menumbuk, merebus, dan mencicipi jamu buatannya sendiri di restoran tersebut.
Berbedakah jamunya dengan jamu pinggir jalan atau jamu gendong? Rasanya tidak terlalu berbeda.
Perbedaannya mungkin saja dari proses pembuatan dan higienitasnya saja. Perbedaan yang pasti terletak pada harganya.
Segelas jamu yang biasanya didapat dengan harga Rp2.000 per gelas, kini berubah berkali-kali lipat, tergantung di mana Anda membelinya. Hanya saja ini bisa dianggap sebagai bukti bahwa sebenarnya bisnis jamu masih sangat menguntungkan. Masih banyak masyarakat yang berburu jamu
Selain untuk kesehatan, jamu nyatanya juga bisa berfungsi sebagai sebuah alat diplomasi dan promosi negara.
Dalam beberapa kesempatan, jamu kerap dihidangkan untuk jadi sajian bagi tamu-tamu negara yang datang ke Indonesia.
Dalam ajang Konferensi Asia Afrika (KAA) tahun 2015 lalu di Bogor, jamu menjadi salah satu minuman yang wajib dihidangkan bagi delegasi KAA.
Aneka jamu-jamuan pun dihadirkan untuk diperkenalkan kepada perwakilan negara asing ini. Sejak awal pembukaan konferensi, kata Putri K. Wardhani, Presiden Direktur PT Mustika Ratu. Delegasi KAA ini dijamu dengan beragam jamu, misalnya beras kencur, gula asam, dan kunyit asam.
Tak hanya disajikan saat pembukaan, namun jamu-jamu ini juga dihadirkan di tempat berlangsungnya KAA yaitu JCC, 19 hotel tempat menginap para delegasi sampai di Bandung, untuk acara penutupan.
"Semuanya ini dilakukan dengan sinergi bersama pemerintah, khususnya Kementerian Pariwisata," kata Putri, kala itu.
"Hal ini bertujuan untuk memperkenalkan jamu sebagai warisan budaya dan juga ikon dari Indonesia."
"Nantinya ketika ditanya apa khas Indonesia, orang akan bisa menjawab Indonesia punya batik dan jamu," ucapnya.
Dalam wawancaranya dengan CNNIndonesia.com, Jumat (18/8), Pengusaha kosmetik dan jamu PT. Martina Berto, Martha Tilaar mengungkapkan bahwa jamu juga sudah dikenal di luar negeri.
"Orang-orang Kanada juga sudah minum jamu."
Dia menyadari, untuk bisa memperkenalkan jamu keluar negeri, Martha Tilaar juga mengungkapkan kalau diperlukan adanya inovasi dan keterlibatan teknologi terkini yang disertai dengan sains.
"Trennya sekarang ini adalah back to nature, jadi jamu bisa masuk dan dikenal dunia, tapi tetap dengan catatan scientific."
"Sekarang ini kan sudah banyak perusahaan jamu besar di Indonesia, Sidomuncul, Jamu Jago, Air Mancur, termasuk Nyonya Meneer. Tapi ya untuk bisa bersaing sekarang ini harus ada perbaikan dan scientific." </span> (chs)
Baca Kelanjutan Obrolan 'Bakul' Jamu: Sehat, Sains, Bisnis sampai Diplomasi : http://ift.tt/2g1hf5WBagikan Berita Ini
0 Response to "Obrolan 'Bakul' Jamu: Sehat, Sains, Bisnis sampai Diplomasi"
Post a Comment