"Sepengetahuan saya, sejak permulaan abad (jamu) memang sudah ada. Dari zaman kerajaan semua sudah ada," kata Martha Tilaar, pengusaha kosmetika dan jamu Indonesia Martha Tilaar kepada CNNIndonesia.com di kantornya, Jumat (18/8).
Mengutip berbagai sumber, salah satu bukti nyata bahwa jamu sudah ada sejak masa kerajaan terlihat pada adanya ukiran relief yang menggambarkan kebiasaan meracik jamu untuk menjaga kesehatan. Relief jamu ini terlihat di Candi Borobudur.
Bukti sejarah lainnya terdapat dalam prasasti Madhawapura yang menggambarkan adanya sosok acaraki atau peracik jamu.
Nama “jamu” yang ditulis dalam ejaan lama "Djamu" berasal dari dua kata bahasa Jawa Kuno yaitu “Djampi” dan “Oesodo”. Djampi memiliki penyembuhan dengan ramuan obat, doa, atau ajian. sedangkan Oesodo berarti kesehatan.
Hanya saja, lambat laun istilah oesodo sudah tak lagi dipakai. Bangsawan keraton lebih memilih untuk memakai istilah jampi yang akhirnya berubah menjadi jamu. Sebutan inilah yang dikemudian diperkenalkan kepada khalayak oleh 'dokter' di masa lampau.
"Awalnya jamu dibuat untuk kesehatan dan untuk (mendapat) vitaminnya, siklus hidup, untuk vitalitas dari zaman dulu," ucap Martha yang serius menekuni jamu dari sang kakek yang ahli jamu.
"Saya meneliti jamu, karena semua bahan jamu itu berguna untuk kesehatan kecantikan, namanya toka, obat, kosmetik, aromatik. Saya teliti ke mana-mana tapi nggak ada bukunya."
Perkembangan masa kini
Meskipun kini semakin sedikit penjual jamu gendong, jamu sepeda, jamu warung, tapi jamu kini justru naik kelas. Jamu dijual di restoran atau di hotel bintang lima.
pertumbuhan industri jamu dianggap masih menguntungkan |
"Sekarang bagus (perkembangannya), tapi memang untuk bertahan harus diimbangi dengan berbagai perbaikan, alat modern, dan catatan scientific," kata Martha.
Senada dengan Martha, Dwi Ranny Pertiwi Zarman, Ketua Gabungan Pengusaha Jamu dan Obat Tradisional Indonesia (GP Jamu) mengungkapkan bahwa industri jamu justru tengah berkembang.
"Peluang pasar jamu itu tidak menurun, justru naik. Banyak industri dan usaha jamu bermuncculan. Bahkan yang sudah menjadi industri farmasi juga berinvestasi di produk bahan alam, menjadikan persaingan jamu kian ketat," kata Dwi Ranny saat dihubungi CNNIndonesia.com.
"Masalah bisa bertahan dalam pasar jamu nasional dan internasional itu urusan lain, karena banyak indikator yang bisa menyebabkan berkembang atau menurunnya kemampuan sebuah perusahaan."
Dwi Ranny sendiri menepis bahwa kini banyak industri yang tak lagi laku. Menurut dia, industri jamu tidak gulung tikar hanya beralih usaha.
"Menurut kami lebih tepatnya beralih usaha (bukan gulung tikar). Dari produksi beralih hanya distribusi atau beralih usaha total. Mungkin ini disebabkan karena regulasi jamu bagi sebagian pengusaha berat. Tapi yang jelas industri atau usaha jamu itu masih jauh lebih besar peluangnya dibanding tantangan."
Tantangan besar jamu
Meski peluangnya dianggap besar namun Dwi Ranny tak menampik ada tantangan yang mengadang di depan mata.
Salah satu tantangannya adalah banyaknya produk ilegal dari dalam dan luar negeri dan juga distribus. Selain itu juga adanya regulasi iklan yang belum banyak dipahami industri jamu.
"Terasa sulit untuk bisa beriklan, salah-salah bisa dapat peringatan. Sementara produk ilegal iklannya dahsyat dan tak terkira jumlahnya."
"Tujuan regulasi adalah memastikan masyarakat mendapat keamanan dan manfaat dari apa yang dikonsumsinya. Ingat jamu mayoritas kan buat diminum, jadi banyak syarat mutu yang perlu dipenuhi. Dan pada setiap regulasi itu selalu ada kebijaksanaan."
ilustrasi pembuatan jamu |
Dicontohkannya, dalam penerapan standar CPOTB, usaha jamu bisa menerapkan secara bertahan 11 aspek yang diminta. Tahap 1 memiliki aspek higienitas, sanitasi, dan dokumentasi. Tahap 2 meliputi produksi, pengawasan mutu, dan penyimpanan. Sedangkan tahap 3 meliputi pemenuhan aspek peralatan, audit internal, penanganan keluhan, penarikan kembali, penangangan produk dan asperk personalia.
Melihat potensi dari sektor usaha jamu ini baik Dwi Ranny dan Martha menyerukan untuk meminta dukungan pemerintah lebih dalam lagi.
"Pemerintah sangat diharapkan perannya dalam banyak hal. Selain menciptakan regulasi sesuai zaman dan memudahkan tumbuhnya usaha jamu, dibutuhkan perannya dari sisi pembinaan, permodalan, dan pengayoman," kata Dwi Ranny.
"Sebetulnya jamu itu kalau kita promosikan bagus. Pemerintah juga mendukung, saya kira (akan) luar biasa. Karena TCM bisa the whole world, ayyurvedic, bisa the whole world, nah sekarang orang asing mulai untuk beli-beli di tempat kita. Tapi kalau tidak ada prosesnya terus susah, Tapi ya itu, dengan science technology itu perlu." ucap Martha. </span> (chs)
Baca Kelanjutan Bisnis Jamu Masih Belum Sepahit Brotowali : http://ift.tt/2x8f7xeBagikan Berita Ini
0 Response to "Bisnis Jamu Masih Belum Sepahit Brotowali"
Post a Comment