Search

Teori Psikologi di Balik Aksi Demonstrasi

Jakarta, CNN Indonesia -- Aksi 22 Mei berlangsung ricuh dan anarkis sejak Rabu (22/5) dini hari. Bentrokan sempat terjadi antara aparat keamanan dengan massa demonstrasi.

Dalam negara demokratis seperti Indonesia, aksi demonstrasi menjadi hal yang lazim. Aksi demonstrasi diperbolehkan asal memenuhi syarat-syarat dalam aturan yang berlaku. Misalnya, aksi tak mengganggu ketertiban umum, merugikan berbagai pihak, dan menimbulkan kerusakan.


Namun, satu hal yang menjadi pertanyaan, apa yang mendorong seseorang melakukan aksi demonstrasi?

Mengutip Psychological Science, ada tiga anteseden utama terkait protes dan demonstrasi. Anteseden pertama adalah kemarahan pada ketidakadilan yang dirasakan, identifikasi sosial, dan kepercayaan tentang keefektifan kelompok.

"Tindakan kolektif [demonstrasi] lebih mungkin terjadi ketika orang memiliki minat yang sama, merasa kehilangan, marah, dan percaya bahwa mereka bisa membuat perbedaan, dan mengidentifikasi dengan kelompok sosial yang relevan," tulis penulis studi John T. Jost, Julia Becker, Danny Osborne, dan Vivienne Badaan.

Hanya saja, model psikologis ini tidak memperhitungkan faktor ideologi yang mungkin memotivasi atau mencegah orang terlibat dalam protes.

Emosi orang diarahkan tak hanya karena emosi pada individu, tapi pada sistem sosial yang lebih besar.

Menurut teori pembenaran sistem, kebanyakan orang termotivasi untuk membenarkan dan mempertahankan sistem sosial, ekonomi, dan politik yang menjadi sandarannya. Bahkan ketika sistem ini dianggap tak adil.

Mengutip 2knowmyself, laman medis tentang psikologi, penulis buku psikologi Farouk Radwan mengungkapkan bahwa protes dilakukan untuk mendapatkan kembali hak mereka dan menentang apapun yang mereka tidak suka dan memaksa para diktator untuk turun dari kursi kekuasaan mereka.

Namun, lanjut dia, tidak semua orang memprotes karena alasan yang sama.

"Meskipun ada orang yang memprotes untuk mendapatkan kembali hak mereka, sejumlah besar orang mungkin bergabung ikut demo karena alasan yang berbeda," tulisnya.

Karena setiap orang mempunyai kebutuhan psikologis yang berbeda, 10 orang dapat memprotes karena 10 alasan berbeda. Dengan kata lain, banyak orang memprotes untuk memenuhi kebutuhan psikologis mereka sambil percaya bahwa mereka memprotes untuk mendapatkan kembali hak-hak mereka.

Massa Aksi Gerakan Nasional Kedaulatan Rakyat berunjuk rasa di depan Bawaslu, Jakarta, Rabu (22/5).Massa Aksi Gerakan Nasional Kedaulatan Rakyat berunjuk rasa di depan Bawaslu, Jakarta, Rabu (22/5). (CNN Indonesia/Adhi Wicaksoo)

Pandangan lain bisa dilihat dari sisi psikologi sosial. Psikolog klinis dari Personal Growth, Veronica Adesla mengatakan, ketika seseorang berada bersama atau tergabung dalam kelompok bersama-sama melakukan aksi, maka identitas pribadi mereka akan menghilang, melebur dengan identitas kelompok.

"Mereka percaya bahwa tindakan atau perilaku yang dilakukan bukan lagi menjadi tanggung jawab pribadi, melainkan tanggungjawab kelompok," katanya kepada CNNIndonesia.com, Rabu (22/5).

Veronica mengungkapkan bahwa perasaan melebur sebagai bagian dari kelompok membuat individu yang terlibat di dalamnya:

1. Merasa wajib untuk terlibat melakukan apa yang dilakukan oleh orang-orang lain di dalam kelompoknya, karena ia adalah bagian dari kelompok.

2. Mudah tersugesti bila itu menyangkut penilaian ataupun perlakuan negatif pihak luar terhadap kelompoknya. Sehingga tanpa berpikir panjang (berpikir logis ataupun menilai kebenarannya), bila diprovokasi menjadi mudah tersulut emosinya dan melakukan tindakan impulsif agresif.

3. Emosi marah dan takut adalah emosi dasar utama yang dirasakan oleh manusia, setiap orang umumnya pernah merasakan hal ini. Perasaan ini dapat menyebar dan menular dengan cepat di tengah kerumunan kelompok. Mulai dari satu orang yang mengekspresikan dan kemudian beberapa orang yang mengikuti, hingga pada kelompok yang lebih besar.

[Gambas:Video CNN] (ptj/chs)

Let's block ads! (Why?)

Baca Kelanjutan Teori Psikologi di Balik Aksi Demonstrasi : http://bit.ly/2JyUxzt

Bagikan Berita Ini

0 Response to "Teori Psikologi di Balik Aksi Demonstrasi"

Post a Comment

Powered by Blogger.