
Meski demikian, kegiatan pariwisata maupun mobilitas warga di Desa Balerante, Kecamatan Kemalang, Kabupaten Klaten, Provinsi Jawa Tengah tetap berjalan seperti biasa. Di desa yang terletak di sisi tenggara Merapi ini, terdapat sebuah lokasi wisata baru yang mengusung konsep ekowisata.
"Melihat lokasi desa yang apik karena terdiri atas medan berlembah, sejuk, dan menghadap ke arah Merapi, mendorong para pemuda desa untuk mendirikan lokasi swafoto sederhana," ujar Jainu, seperti yang dikutip dari Antara, Minggu (3/6).
Bangunan awalnya, ia melanjutkan, hanyalah menara setinggi lima meter yang terbuat dari rangkaian bambu, dengan berlatar belakang kawah Merapi sehingga menjadi spot yang sangat menarik untuk berfoto.
Akan tetapi, mengingat lokasi desa yang berada dalam Kawasan Rawan Bencana 2 dan Area Terdampak Langsung 1 bencana Merapi, maka konsep wisata lokal pun berkembang menjadi ekowisata yang termasuk di dalamnya menerapkan upaya mitigasi, konservasi, dan ekonomi.
Bagi warga setempat, Jainu melanjutkan, membuat pengunjung senang dengan lokasi wisata merupakan hal mudah dan lazim, namun misi yang harus dicapai adalah menyisipkan wawasan kebencanaan ke dalam pariwisata.
"Dengan semangat ini, saya dan beberapa orang mendorong warga Balerante untuk bergotong royong menyukseskan misi tersebut," ujarnya.
Jainu menuturkan meskipun tidak adanya dukungan finansial dari pemerintah daerah, namun hal itu tidak membuat warga Balerante patah semangat.
Segala material, bahan baku, hingga logistik disebutnya sebagai murni berasal dari sumbangan dan swadaya masyarakat setempat.
Dari yang awalnya hanya memiliki satu titik swafoto saat awal pendiriannya pada 2016, kini ekowisata Kalitalang memiliki paling tidak tiga titik untuk berfoto dan trek sepeda gunung yang masih dalam tahap pengerjaan.
Meski berbasis lokasi wisata, para pengunjung juga mendapat arahan untuk tetap menjaga lingkungan dan diberikan pemahaman tentang kebencanaan di kawasan Merapi.
Dari upaya pemahaman konservasi ini diharapkan warga sekitar Kalitalang dan pengunjung bisa menjaga alam, terutama pepohonan, yang memiliki fungsi alami sebagai pagar penghalang awan panas jika suatu saat terjadi erupsi.
Terkait peningkatan aktivitas Merapi yang terjadi sekarang, Desa Balerante memiliki pengalaman yang didapat dari peristiwa erupsi pada 2010.
Dari peristiwa pada 2010, sekaligus mewaspadai ancaman erupsi yang akan datang, Jainu dan pegiat ekowisata Kalitalang lainnya terus mengingatkan warga sekitar akan pentingnya kearifan lokal.
Salah satunya berupa kentongan yang telah terbukti efektif saat erupsi 2010 di mana kala itu seluruh desa mengalami pemadaman listrik sehingga praktis tidak ada perangkat komunikasi elektronik yang dapat berfungsi.
Pemberdayaan masyarakat dalam rangka pengembangan pariwisata dan mitigasi bencana di Balerante, dinilai layak dijadikan rujukan dan percontohan di daerah-daerah lain yang memiliki kondisi serupa. Kemandirian warga dalam mengevakuasi juga sudah terbentuk dengan baik.
Peluang Dalam hal ekowisata, warga Balerante juga piawai dalam memanfaatkan peluang dari musibah yang terjadi hampir delapan tahun silam.
Selain itu, Jainu menambahkan, warga di Desa Balerante saat ini sanggup mengevakuasi tanpa harus menunggu armada pengangkut yang didatangkan dari pemda. Hal itu sudah menjadi kesadaran warga Balerante sejak lama.
"Misalnya saat erupsi 2010, warga yang punya ternak menjual beberapa ekor, lalu hasil penjualannya dibelikan kendaraan untuk evakuasi. Artinya mereka siap evakuasi mandiri," ujar Jainu.
Batik khas Balerante
Selain mengembangkan lokasi wisata, Desa Balerante juga membuat corak batik khas desa tersebut yang di dalamnya menampilkan gambaran situasi pasca erupsi.
Ketua Paguyuban Batik Merapi Balerante, Darwono, mengatakan ide pembuatan karya seni tersebut muncul ketika warga mengungsi ke barak pengungsian.
Saat itu, ia menuturkan, warga dari Balerante mendapat terapi trauma dari para relawan melalui pelatihan membuat batik.
Hampir semua warga mengeluarkan ide yang serupa, yaitu menggambar kayu yang terbakar, desa yang rusak, flora dan fauna sekitar Balerante, hingga penggambaran sosok Merapi itu sendiri.
Melihat dalamnya pesan dan makna dari gambar-gambar tersebut, lalu tercetus ide dari relawan untuk dikomersialkan, yang hasilnya juga bisa bermanfaat bagi warga desa.
Sekembalinya ke desa, warga yang mengikuti terapi tersebut pun mulai mendalami teknik membuat batik yang lebih baik dan mengajak warga desa lain yang berminat.
Praktik pembuatan batik Merapi Balerante mulai dijalankan secara serius pada 2011.
Darwono pun berharap ada dukungan dari pemerintah daerah untuk lebih mengenalkan batik yang didominasi warna gelap tersebut.
Hingga saat ini, warga yang tinggal di kawasan berjarak sekitar enam kilometer dari Gunung Merapi di desa itu pun masih meyakini bahwa gunung berapi tersebut akan menghadapi erupsi lagi.
"Dengan batik ini, warga yang tadinya menggantungkan pendapatan dari pertanian bisa terbantu jika ada batik. Meski di pengungsian kami masih bisa berkreasi dan mendapat penghasilan dari batik ini," ucap Darwono.
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Wisata Jalur Vulkanik Jadi Berkah dari Gunung Merapi"
Post a Comment