Membawa gagasan tentang keterbatasan yang dihadapi tunawisma di Rusia, mereka seolah mengusung pertanyaan; bagaimana membuat pakaian sendiri menjadi statemen pribadi dengan menggunakan bahan-bahan tambal sulam seperti kunci dan peniti, lakban, dan potongan kain perca?
Hasilnya menunjukkan portofolio kreativitas dan kesadaran sosial yang memukau yang didorong ke tingkat maksimal. Setiap potongnya dipertimbangkan dengan sangat baik dan dibuat dengan sangat cermat.
Koleksi itu menghadirkan sejumlah busana yang unik. Di antaranya, sebuah Jaket dari potongan kain yang dibalut seluruhnya dengan lakban, dan kemudian dijahit, seolah-olah menggambarkan sebuah pengikat harapan yang muncul dari keputusasaan menjadi tunawisma.
Di potongan busana lainnya, tampak potongan label pengiriman, lengkap dengan alamat (nyata) bisnis mereka yang menghiasi jaket yang terlihat seperti barang yang dicuri dari toko. Sepasang celana bahkan memiliki pinggiran trim dan lapisan, dan jaket yang terlihat seperti dijahit oleh anak berusia sepuluh tahun dari limbah pabrik tanpa ada bakat yang disatukan dengan baik.
Koleksi Sean&Sheila di Paris. (Foto: CNNIndonesia/Fandi Stuerz)
|
Mungkin koleksi ini akan membuat orang mengernyitkan dahi, atau membuat alis terangkat, atau bahkan menggelengkan kepala. Tapi bila Anda berada dalam situasi terbatas, inilah saat kreativitas meningkat melampaui batas.
Sean & Sheila menunjukkan bagaimana pakaian yang didekonstruksi bisa membawa pesan penting seperti pengungsian, gerakan, atau bahkan pemberontakan. Mereka menantang keberanian untuk menunjukkan diri pencinta mode untuk 'melawan arus'.
Terjebak di zona aman
Apakah koleksi ini dimulai dari keterbatasan mereka juga? Dalam perbincangannya dengan CNNIndonesia.com di pembukaan Paris Fashion Week, 1 Maret lalu, Sean dan Sheila membagi beberapa kendala yang dihadapi.
"Kami memiliki kesulitan mendapatkan akses ke katun dengan kualitas prima. Di Indonesia, katun biasanya diproduksi secara masal dengan kualitas menengah, karena lebih mudah untuk menjualnya," jawab Sheila ketika ditanya mengenai tantangan terbesar mereka.
Koleksi Sean&Sheila. (Foto: CNNIndonesia/Fandi Stuerz)
|
"Beberapa kali supplier katun kami membatalkan order di tengah jalan karena bahan yang kami inginkan terlalu rumit untuk dibuat, jadi kami mengimpor beberapa bahan dari Italia dan Jepang."
Indonesia sebenarnya memiliki kapasitas dan potensi yang besar, namun menurut Sheila, banyak yang kurang memiliki daya dorong karena biasanya material yang bagus memakan waktu dan investasi tinggi. Dan ternyata, ranah aman bagi para produsen kain juga tergambar di konsumen.
"Kebanyakan konsumen di Indonesia memilih tampilan-tampilan 'aman'. Hanya ketika saya menjelaskan proses dan inspirasi di balik karya saya, mereka mengerti dan kemudian mulai membeli."
Namun tampaknya, pasar Timur Tengah tidak memerlukan latar belakang cerita untuk mau mencoba karya mereka. Didominasi dari Kuwait, serta market Asia seperti Jepang dan Singapura, bisnis Sean & Sheila lebih gemilang di luar negeri.
"Di Indonesia, kebanyakan perempuan yang mengenakan modest wear akan melihat label modest saja, dan cenderung menghindari label-label kontemporer. Padahal, di Timur Tengah, banyak perempuan yang berani mengombinasikan label kontemporer dengan modest look.
Bagaimana dengan dukungan pemerintah? Senada dengan mood pasar, menurut Sheila pemerintah sangat berkonsentrasi pada modest wear dan karya tradisional seperti batik dan kebaya.
"Ketika kami membawa koleksi kami ke London, ada pertanyaan mengapa kami membawa nama Indonesia, padahal tidak ada batik atau pakaian muslim dalam koleksi kami. Seolah-olah ada kesan membatasi kreativitas, yang menurut saya sangat disayangkan."
Sean dan Sheila di Paris. (Foto: CNNIndonesia/Fandi Stuerz)
|
Bahkan ketika pakaian dibuat di Indonesia, dengan material hampir seluruhnya dari Indonesia, serta dibuat oleh orang-orang lokal sepenuhnya, tidaklah cukup. Harapan mereka ke depannya, dukungan pemerintah untuk menyediakan platform akan lebih merata, karena keterbatasan dukungan khususnya terhadap label kontemporer inilah yang mendasari kesulitan mereka.
Sean dan Sheila membuka showroom mereka selama pagelaran Paris Fashion Week di 3rd Eye Showroom, 126, Rue de Turenne, Paris, hingga 5 Maret 2018. (rah)
Baca Kelanjutan Gebrakan Sean dan Sheila Lewat Kreasi Kain Perca di Paris : http://ift.tt/2I9CHz1Bagikan Berita Ini
0 Response to "Gebrakan Sean dan Sheila Lewat Kreasi Kain Perca di Paris"
Post a Comment