Tak heran jika para surfer dari luar negeri menganggap Cimaja laksana rumah singgah yang digunakan untuk menghabiskan waktu bersama alam dan manusia-manusia pemuja ombak di barat Jawa.
Saya sudah mendengar nama tempat yang masuk dalam Kabupaten Sukabumi ini lebih dari sepuluh tahun silam, namun baru bisa mengunjunginya pertama kali sekitar tiga tahun yang lalu. Alasan yang membawa saya ke sana tentu saja menuntaskan rasa penasaran menunggangi ombak.Pantai Cimaja adalah salah satu dari sekian banyak pantai yang ada di kawasan Teluk Pelabuhan Ratu. Selain pantai Cimaja, ada beberapa pantai lain seperti Cipatuguran, Citepus, Karang Hawu, Cikembang, Karang Papak, Karang Sari, dan masih banyak lagi.
Bahkan ada beberapa pantai lagi yang 'dikhususkan' untuk para surfer dari berbagai kelas.
Untuk mencapai Cimaja dengan kendaraan umum terbilang mudah, karena ada dua pilihan lewat jalur darat. Bus atau kereta.
Jika berangkat dari Jakarta atau bagian dunia manapun dengan menggunakan bus, pastikan Anda menjejakkan kaki di terminal-terminal yang melayani rute Pelabuhan Ratu. Misalnya Bogor, Sukabumi, Depok, Kali Deres, Tanjung Priok, Bekasi, dan lainnya.
Tarif bus ini bervariatif, tergantung dari mana Anda memilih lokasi naik bus. Jika berangkat dari terminal Baranang Siang di Bogor, maka tarif maksimalnya adalah Rp50 ribu per orang.
Setelah tiba di Terminal Pelabuhan Ratu, maka carilah angkutan umum dengan rute Terminal Pelabuhan Ratu - Terminal Cisolok. Jangan lupa bilang ke supir untuk berhenti di Pantai Cimaja. Tarifnya angkutan kota berwarna biru ini sebesar Rp7.000 per orang.
Sedangkan jika ingin menggunakan kereta api, berangkatlah dari Stasiun Paledang, dekat Stasiun Bogor. Satu-satunya cara untuk menuju Cimaja adalah dengan kereta tujuan Sukabumi. Namun Anda cukup turun di Stasiun Cibadak, kemudian dilanjut dengan naik bus dari depan stasiun menuju Terminal Pelabuhan Ratu.
Road Trip
Pagi itu Jumat (27/7), saya memilih menggunakan kendaraan roda empat pribadi, Toyota Avanza Seri G 1.3 A/T tahun 2016, untuk menuju ke Cimaja bersama dua orang teman. Jalanan di Jakarta pada saat itu tidak jauh berbeda dengan hari-hari kerja pada umumnya, macet dan tidak tertib.
Melesat di antara pepohonan kelapa sawit. (Foto: CNN Indonesia/Tri Wahyuni)
|
Untungnya kami tidak ikut arak-arakan manusia kantoran yang terjebak macet, karena tujuan kami pagi itu adalah Tol Jagorawi dan itu artinya melawan arah.
Mobil keluarga itu melaju dengan pasti menuju ke arah Ciawi, perjalanan pun lancar sampai keluar Tol Ciawi. Hanya butuh waktu satu setengah jam untuk keluar Tol Jagorawi, itu pun sudah termasuk berhenti di rest area.
Namun dongeng kelancaran lalu lintas pagi itu ternyata hanya sanggup bertahan sampai di Ciawi, karena macet mulai akrab ditemui di beberapa kawasan pasar yang menjadi pusat peradaban kota-kota kecil kawasan Kabupaten Bogor dan Kabupaten Sukabumi.
Layaknya daerah pasar pada umumnya, angkutan umum yang berhenti dan berputar arah sesuka hati adalah pemandangan yang lumrah di sepanjang jalan Ciawi - Sukabumi.
Setidaknya ada beberapa titik macet yang harus dilewati dengan lapang dada sebelum mencapai Cimaja, seperti Pasar Cigombong, Pasar Cicurug, Pasar Parung Kuda, dan terakhir Pasar Cibadak.
Deretan pasar itu belum ditambah dengan titik-titik macet yang tidak terduga, karena sepanjang jalur ini terdapat banyak pabrik-pabrik besar. Sehingga berada di jalur ini saat para pekerja masuk atau pulang adalah ancaman yang patut diwaspadai.
Untuk mengusir rasa jenuh saat menghadapi titik-titik kemacetan, musik adalah obat yang mujarab. Beberapa lagu dari beragam musisi baik itu dalam maupun luar negeri turut menemani kami sepanjang jalan.
Kualitas audio yang dihasilkan memuaskan telinga, khususnya di bagian depan. Untuk dentuman bass yang dihasilkan terbilang istimewa karena sangat jelas dan sesuai porsi.
Hal itu tidak lepas dari bagian tengah dasbor yang memiliki layar Multi Information Display (MID). Peranti ini menggunakan panel layar LCD dan memiliki fitur-fitur hiburan seperti CD, DVD, AM/FM, USB, AUX, Bluetooth, dan iPod Ready.
Tentunya hal ini sangat membantu bagi siapa saja yang haus akan hiburan atau sekadar menghilangkan kejenuhan, seperti kami yang sering mati gaya saat bertemu kemacetan.
Berkelok-kelok di Cikidang
Demi menghindari kemacetan di Pasar Cibadak dan sepanjang jalan utama menuju Pelabuhan Ratu, yang didominasi oleh bus dan truk, saya memutuskan untuk mengambil jalan pintas melalui jalur Cikidang.
Untuk memasuki jalur ini, Anda perlu memerhatikan petunjuk yang tertera setelah Pasar Parung Kuda. Tidak jauh dari pasar Parung Kuda, ada plang yang menunjukkan jalur ke arah Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Gunung Salak.
Jika sudah bertemu dengan plang tersebut, maka jangan ragu untuk membelokkan kendaraan ke kanan meskipun jalannya menanjak dan agak sempit.
Suasana jalanan di kawasan kebun karet Cikidang. (Foto: CNN Indonesia/Tri Wahyuni)
|
Dalam perjalan menuju ke Cikidang, kami disambut oleh jalan yang berkelok-kelok khas daerah perbukitan dan hamparan perkebunan kelapa sawit.
Tak ada rasa khawatir. Salah satu kenikmatan mengendarai mobil ini adalah mampu menjaga kepercayaan diri pengendara saat melewati tanjakan.
Dan ini dibuktikan saat mobil bermesin 1.300 cc menyemburkan daya 95,1 tenaga kuda pada 6.000 rpm dan torsi 120,6 Nm mampu melibas tanjakan sepanjang jalur Cikidang.
Meskipun kawasan ini adalah dataran tinggi, namun pepohonan sawit menjauhkan dari kesan sejuk. Pada situasi inilah kualitas pendingin udara dan setir mobil menunjukkan kinerjanya.
Ternyata penyejuk ruangan mobil daya tampung tujuh penumpang itu mampu untuk meredam hawa panas dari luar, sehingga kami merasa nyaman di dalam meskipun udara di luar sangat menyengat.
Sedangkan setir mobil yang terlihat biasa-biasa saja juga menunjukkan kualitas Electric Power Steering yang sangat memudahkan dalam mengendalikan kemudi melewati jalan yang berkelok-kelok
Setelah melewati perkebunan kelapa sawit, pemandangan berganti menjadi perkebunan karet. Tentu saja suhu udara pun serta merta berubah menjadi sejuk. Hal ini justru menggugah rasa penasaran saya untuk melihat kawasan kebun karet.
Jalanan berbatu tidak menjadi halangan untuk bertualang. (Foto: CNN Indonesia/Tri Wahyuni)
|
Saat melihat ada jalan bebatuan di sebelah kanan yang mengarah ke dalam perkebunan karet, saya pun memutuskan untuk memasukinya.
Beruntung saya mengendarai Avanza yang dilengkapi suspensi MacPherson Strut with Coil Spring di depan dan menyimpan 4 Link Lateral Rod with Coil
Spring di belakang. Dengan komponen-komponen itu, rebound suspensi bekerja baik dan guncangan dalam kabin tidak begitu terasa.
Belum lagi ground clearance didesain cukup tinggi mencapai 200 mm menjaga rasa percaya diri saya menggerakkan mobil menembus medan-medan agak ekstrem.
Usai memuaskan rasa penasaran, akhirnya saya memutuskan untuk melanjutkan perjalanan menuju penginapan sebelum memulai aktivitas di kawasan pantai Cimaja sore harinya.
Total waktu yang ditempuh untuk mencapai penginapan adalah enam jam, itu sudah termasuk berhenti makan dan sedikit menjelajahi perkebunan karet.
Sedangkan biaya yang dikeluarkan kurang dari Rp150 ribu, dengan rincian biaya tol yang tidak mencapai Rp50 ribu dan biaya bensin jenis Pertalite sebesar Rp100 ribu. Itu pun masih tersisa cukup banyak untuk mengunjungi kawasan pantai di Teluk Pelabuhan Ratu.
Jelas angka tersebut cukup kecil jika dibagi perorang, dibanding dengan pengeluaran jika menggunakan kendaraan umum. Selain lebih hemat dari sisi pengeluaran, waktu yang dihabiskan pun lebih bermakna.
(mik)
Baca Kelanjutan Cara Menyenangkan Menuju Cimaja : https://ift.tt/2MjXDFjBagikan Berita Ini
0 Response to "Cara Menyenangkan Menuju Cimaja"
Post a Comment