
Pola makan yang salah turut menyumbang faktor risiko munculnya penyakit tidak menular (PTM). Penting untuk memperhatikan kecukupan nutrisi yang masuk ke tubuh. Tak hanya mengampanyekan pola makan dengan gizi seimbang, orang juga perlu memperhatikan tiga zat yang turut masuk ke tubuh yakni gula, garam dan lemak.
Konsumsi gula, garam dan lemak baiknya tak berlebihan sehingga terhindar dari risiko PTM, terutama obesitas.
Kebiasaan makan beraneka santapan dengan gizi tak seimbang dan pola makan yang berantakan berpotensi menyebabkan orang Indonesia rentan terhadap obesitas. Sebut saja makan gorengan, minuman botolan, kopi siap saji, konsumsi mi instan, sampai cake yang manis turut menyumbang risiko obesitas dalam kalori harian.
Perilaku konsumsi memang agak sulit diubah, apalagi kalau sudah jadi kebiasaan.
Namun, ini tak berarti kalau Anda tak boleh sama sekali untuk menikmati makanan dan minuman nikmat itu. Konsumsi yang tepat akan membantu menghindarkan diri dari risiko obesitas.
Salah satu caranya adalah dengan mengenali jumlah kebutuhan maksimal gula, garam, lemak harian.
Kebutuhan kalori per individu rata-rata 2.150 kkal (kilo kalori) untuk dewasa. Jumlahya akan lebih kecil untuk anak-anak, dan mungkin lebih besar pada orang dewasa dengan pekerjaan lebih berat.
Dengan jumlah kebutuhan kalori ini, Anda juga harus tetap cermat untuk mengamati informasi nilai gizi yang ada dalam kemasan produk makanan dan minuman.
"Baiknya konsumen mencermati kemasan. Misal beli makanan ringan, di situ bisa dilihat garam berapa, gula berapa," ujar Tetty H. Sihombing, Plt. Deputi Bidang Pengawasan Pangan Olahan BPOM, saat dihubungi CNNIndonesia.com, Jumat (25/1).
"Persoalannya kalau makannya berlebihan misalnya, makan rendang. Rendang punya karakteristik kandungan lemak sekian dan garam sekian kemudian makannya tiap hari dalam seminggu."
Di sisi lain, Tetty juga mengharapkan konsumen cermat membaca label sebab pencantuman istilah pada tabel tak selalu berbunyi gula atau garam begitu saja. "Kalau lemak ditulisnya lemak atau fat dalam bahasa Inggris," imbuhnya.
Ia memberikan catatan sebutan gula kadang ditulis dengan glukosa, sukrosa dan ada pula fruktosa (gula alami dari buah). Untuk karbohidrat kadang tak semuanya berasal dari gula. Pada produk susu misalnya, karbohidrat berasal dari gula dan serat larut dari susu itu sendiri.
"Garam biasanya (ditulis) natrium, nama ilmiahnya agar tidak salah. Kalau ditulis garam, bisa merujuk pada zat lain karena ada garam kalium," kata Tetty.
Pembatasan GGL dalam produk tertentu
Setiap produk makanan dan minuman memang punya standar yang berbeda satu sama lain, semua tergantung pada jenisnya.
BPOM tidak mungkin serta merta mengurangi kandungan gula, garam dan lemak bila ini sudah menyangkut karakteristik kategori produk. Tetty berkata hal ini tak bisa dipukul rata.
"Untuk mengatur batasan, itu sangat tergantung produknya. Tiap kategori produk memiliki karateristik dasar. Misalnya, sirup. Sirup karakteristik dasarnya manis, sehingga ada yang membuat sirup dengan gula 40-45 persen itu boleh," lanjut Tetty.
Akan tetapi, ada beberapa kategori produk yang memang dibatasi jumlah gula, garam dan lemak. Pembatasan ketat diterapkan pada produk infant formula termasuk biskuit, susu atau minuman untuk bayi, produk untuk ibu hamil dan menyusui.
"Pada minuman (susu) bayi, dia kan sangat tergantung dengan itu. Dia konsumsi bisa 3-6 kali dalam sehari, maka jangan sampai (asupan gula) bisa berlebihan yang masuk. Kalau biskuit, itu urusannya membaca label. Pada ibu hamil misalnya, kandungan garam sangat dibatasi," katanya.
Aturan ini tertuang dalam Peraturan BPOM Nomor 1 Tahun 2018 tentang 'Pengawasan Pasangan Olahan untuk Keperluan Gizi Khusus' . Dalam peraturannya, produk makanan pada ibu hamil hanya boleh mengandung iodium (garam iodium) sebanyak 70-200 mikrogram.
Akan tetapi, Tetty mengingatkan bahwa asupan yang masuk ke tubuh tak hanya berasal dari makanan atau minuman yang menjadi tanggung jawab BPOM. Sebagian asupan bisa berasal dari makanan yang diolah sendiri atau membeli di restoran, warung makan atau pedagang kaki lima. Semuanya tidak memiliki tabel informasi nilai gizi.
Ia pun menyarankan konsumen untuk mengecek kandungan nilai gizi makanan dengan aplikasi 'Ayo Cek Gizi'. Dari sini konsumen bisa memperkirakan nutrisi yang masuk ke tubuh saat ia mengonsumsi misalnya bubur ayam yang dibeli di kantin atau rendang.
(els/chs)
Baca Kelanjutan Bebas Obesitas dengan Cermat Baca Tabel Gizi Produk Kemasan : http://bit.ly/2WhItpoBagikan Berita Ini
0 Response to "Bebas Obesitas dengan Cermat Baca Tabel Gizi Produk Kemasan"
Post a Comment