Search

Kala Anak Punya Hak untuk Didengar

Umumnya, wadah kebebasan berpendapat hanya diperuntukkan bagi orang dewasa karena dianggap memiliki wawasan yang lebih luas dibanding anak-anak.

Namun, bagaimana dengan keputusan atau kebijakan yang menyangkut hak anak? Yayasan kemanusian Wahana Visi Indonesia (WVI) dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) memberi perhatian lebih pada hal ini. Mereka menilai suara anak mestinya bisa masuk sebagai pertimbangan dalam keputusan perencanaan pembangunan.

Beranjak dari pandangan itu, keduanya lalu menggelar lokakarya khusus bertajuk 'Partisipasi Anak dalam Perencanaan Pembangunan' yang berlangsung di kantor KPPPA, Jakarta, pada Kamis (24/8).

Kegiatan ini berangkat dari kondisi bahwa pemerintah belum memberikan ruang yang efektif dan bermakna bagi forum anak untuk berpartisipasi dalam proses perencanaan pembangunan mulai dari tingkat desa hingga kabupaten/kota. Empat kementerian dan pemerintah daerah diajak untuk lebih sadar akan hal ini. Keempat kementerian itu di antaranya Bappenas, KPPPA, Kemendagri, dan Kemendes PDTT. 

Selain dihadiri oleh pihak WVI dan KPPPA, workshop tersebut juga turut dihadiri sejumlah perwakilan dari forum anak, di antaranya dari Sigi, Sikka, Kuburaya, dan Jatinegara. 


"Hak untuk didengarkan dan mempertimbangkan suara anak dalam proses pengambilan keputusan adalah salah satu nilai fundamental dari Konvensi Hak-Hak Anak," ujar Deputi Menteri PPPA Bidang Tumbuh Kembang Anak, Lenny N. Rosalin.

Menurutnya, anak-anak juga berkesempatan untuk menuangkan usulan pribadinya dalam forum anak yang tersedia di setiap daerah. Usulan-usulan tersebut kemudian dilanjutkan ke Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang). Sementara, WVI berperan sebagai pendamping dari forum-forum anak yang terbentuk di beberapa daerah. 

Forum Anak

Meski masih tergolong baru di Sulawesi Tengah, Kabupaten Sigi menjadi salah satu wilayah yang mendukung kebebasan anak untuk menyampaikan aspirasi di hadapan orang dewasa.

Melalui dorongan dari pemerintah, WVI bekerjasama dengan pemerintah Sigi untuk meningkatkan partisipasi anak di musyawarah perencanaan pembangunan.

"Kita melihat tidak semua wilayah, seperti di Sigi, sudah cukup aware bahwa anak itu bisa berbicara di depan umum. Sehingga WVI mengambil inisiatif untuk berkerjasama dengan pemerintah Sigi tentang bagaimana kita dapat meningkatkan kesadaran tersebut di tingkat desa," ujar Manajer Program Area Sigi Palu Donggala Sabtarina Dwi Febriyanti.

Forum anak yang terbentuk di Sigi dilahirkan dari sekumpulan anak yang tergabung di Taman Belajar Anak Al Manar. Anak-anak yang tak dapat lagi bergabung di TBA karena usia yang bertambah, bersatu pada sebuah sanggar seni.


Awalnya, mereka hanya mengumpulkan surat yang berisikan usulan-usulan. Surat tersebut dikirimkan kepada pemerintah desa. Setelah enam bulan menunggu, tanggapan dikirimkan kepada mereka. Enam orang dikirimkan untuk mengikuti Musrenbang sebagai perwakilan dari forum anak Kabupaten Sigi.

Awalnya, mereka merasa takut untuk berbicara di depan para orang dewasa. Namun, ketika dicoba hal ternyata tak sesulit yang dipikirkan.

"Rasanya gugup kayak masih belum yakin mau bicara di depan orang yang lebih dewasa karena takut tidak dipercaya, takut salah," ujar salah satu anggota forum anak Kabupaten Sigi, Fitra.

Penuhi Hak, Pemerintah Mesti Memberi Suara pada AnakForum anak dalam workshop Partisipasi Anak. (Foto: CNNIndonesia/Adhyra Ramadiani)

Rasa takut tersebut perlahan menghilang karena adanya pendampingan dari WVI dan pemerintah desa untuk membina sekelompok anak di Sigi dan membuat simulasi musrenbang. Pembinaan tersebut ditujukan agar mereka dapat berbicara secara sopan dan terarah saat praktik nyatanya.

Saat ini 10 desa di Kabupaten Sigi telah merasakan pembinaan yang dilakukan oleh WVI. Tidak seperti rapat pada orang dewasa. Perkumpulan ini juga diselingi oleh canda tawa khas anak-anak.

"Pas ngumpul, kita pernah minta gedung, buku, sampai bilang minta snack. Kumpul-kumpulnya serius tapi tetap santai," ungkap Fitra.

Sebenarnya, usulan mereka tak muluk-muluk. Mereka hanya meminta beberapa kain yang dapat dibuat menjadi sebuah baju adat. Baju adat tersebut digunakan untuk aktifitas sanggarnya. Selain itu, kampanye penyuluhan narkoba juga sempat diusulkan melalui musrenbang.

Dukungan Pemerintah Daerah

Aktifnya forum anak di Sigi ditengarai tak lepas dari campur tangan dan dukungan pemerintah setempat. Paulina, Wakil Bupati dan Ketua TP2A Kabupaten Sigi mengatakan pemerintah tetap mengapresiasi seluruh aspirasi anak-anak yang masih dianggap polos.

"Pemerintah Sigi sangat mendukung kegiatan yang dilakukan dengan teman-teman dari WVI tentang forum anak ini. Karena kegiatan-kegiatannya itu untuk melatih anak-anak agar bisa tampil jadi kita mau," ujarnya. "Karena mereka ini kan generasi penerus. Supaya mereka bisa kreatif lagi dari apa saja yang bisa mereka lakukan."

Memberikan anak kesempatan untuk berbicara di depan umum dinilai juga dapat mencegah adanya perilaku anti sosial dan negatif dari anak-anak itu sendiri.

Namun, proses penyebaran program ini membutuhkan waktu yang panjang. Hingga saat ini, kenyataannya masih banyak desa yang belum memberikan ruang untuk melibatkan anak dalam proses musrenbang. Belum semuanya sadar bahwa anak perlu berpartisipasi aktif dalam rencana pembangunan sehingga mereka mendapatkan kesejahteraan sesuai kebutuhan usianya. </span> (ara/rah)

Let's block ads! (Why?)

Baca Kelanjutan Kala Anak Punya Hak untuk Didengar : http://ift.tt/2wMddEv

Bagikan Berita Ini

Related Posts :

0 Response to "Kala Anak Punya Hak untuk Didengar"

Post a Comment

Powered by Blogger.