Pemandu pendaki ini merupakan masyarakat dari kelompok etnis yang bernama Sherpa, oleh karena itu pemandu pendaki di Pegunungan Himalaya kerap disebut sherpa.
Suami Furdiki Sherpa meninggal saat memperbaiki tali untuk tamu asing yang sedang mendaki dengannya di gunung setinggi 8.850 meter itu pada tahun 2013.
Furdiki mengatakan akan melakukan pendakian pada bulan Mei ini bersama Nima Doma Sherpa, istri dari salah satu sherpa yang tewas dalam musibah longsoran salju pada tahun 2014.Dalam musibah itu tercatat sebanyak 16 sherpa tewas.
"Kami akan memanjat gunung untuk menutup duka kami dan untuk menghormati suami kami dengan mencapai puncak yang gagal mereka capai," kata keduanya dalam sebuah pernyataan tertulis, seperti yang dikutip dari Reuters pada Kamis (3/1).
Nima (36) mengatakan kedua pendaki telah menyelesaikan pelatihan dan melakukan pendakian ke dua puncak yang lebih rendah dibandingkan Puncak Everest.
Nepal adalah rumah bagi delapan dari 14 gunung tertinggi di dunia.
Everest, yang mengangkangi perbatasan Nepal-China dan dapat dicapai dari kedua sisi, telah didaki oleh 4.833 orang sejak pertama kali didaki oleh pendaki asal Selandia Baru, Sir Ed Edmund Hillary dan Tenzing Norgay Sherpa pada tahun 1953, menurut sebuah tulisan dari blogger Everest, Alan Arnette.
Badan pendakian di Nepal mengatakan hanya sekitar 500 dari pendaki Everest adalah perempuan.
Furdiki (42), yang seperti kebanyakan sherpa menggunakan nama depannya, mengatakan kematian suaminya mengakibatkan kesulitan ekonomi yang sangat besar.
"Namun kematian suami saya bukan akhir hidup saya," kata ibu dua anak ini kepada Reuters.
"Saya melakukan ekspedisi untuk menyebarkan pesan bahwa para janda dapat melakukan pencapaian bahkan dari petualangan yang begitu sulit."
(ard)
Baca Kelanjutan Mendaki Puncak Everest Demi Berpisah dengan Duka : http://bit.ly/2Avf6qjBagikan Berita Ini
0 Response to "Mendaki Puncak Everest Demi Berpisah dengan Duka"
Post a Comment