Selama sekitar enam bulan ini, Rio menanam lima batang kopi arabika tipika atau typica. Tanaman kopi ini terbilang langka sebab hanya tumbuh di dua negara yakni, Indonesia dan Brazil.
"Di rumah, saya riset tentang kopi. Karena enggak adil buat saya ketika saya enggak mempelajari tentang pohon atau tanaman kopi itu sendiri. Di rumah saya riset gimana sih cara menanam kopi yang baik. Pupuk apa. Saat batang bercabang apa dipotong. Cara membuat si buah kopi jadi kualitas yang baik gimana. Itu terus saya cari," ujarnya saat ditemui di Cozyfields, Pondok Indah Mall, Jakarta Selatan, beberapa waktu lalu.
Ia bercerita riset ini dilakukan sebagai usaha menjawab rasa ingin tahunya tentang kopi arabika tipika. Kala melakukan pengambilan gambar di Toraja, ia menemukan para petani sudah menggunakan bibit dari Pusat Penelitian Kopi dan Kakao (Puslitkoka) Jember, Jawa Timur.
"Memang ada beberapa berita simpang siur. Dibilang bibit tipika kurang bisa menghasilkan dengan baik. Makanya itu yang bikin saya penasaran akhirnya coba (tanam) di rumah," tambahnya.
Sementara itu dihubungi secara terpisah, Eki, pemilik salah satu kedai kopi di Sulawesi Selatan menuturkan jika orang mencari tahu kopi tipika lewat internet, maka ada banyak versi termasuk menyebut kopi tipika sama dengan kopi arabika Kalosi.
"Kalosi itu nama pasar di Enrekang (Sulawesi Selatan) yang mungkin saja dulunya salah satu tempat memasarkan kopi dari Toraja. Jadi tidak bisa dikatakan arabika Kalosi itu varietas Typica," katanya pada CNNIndonesia.com melalui pesan singkat, pekan lalu.
Lebih lanjut lagi, ia menjelaskan bahwa Typica merupakan bbit induk dari semua varietas kopi kecuali robusta. Meski merupakan induk varietas, buah yang dihasilkan hanya sedikit, sehingga typica digantikan beberapa varietas kopi lain seperti Lini S 795 atau masyarakat biasa menyebutnya dengan Jember dan Bourbon.
"Di Toraja sendiri (petani) menandai kopi typica dengan batang pohon yang besar karena sudah berusia tua. Mereka juga menyebut (typica) kopi Tua atau Kaa atau Kahwa," tambahnya.
Viva Barista
Sebagai penikmat kopi dan pemilik kedai kopi, dirinya berharap kopi Indonesia bisa berjaya di negeri sendiri dan di dunia global. Rio pun turut bergerak bersama komunitas Viva Barista. Menurutnya Viva Barista jadi wadah untuk menghubungkan kedai kopi, barista, roaster, petani dan konsumen.
"Kami ke banyak daerah bertemu dengan pelaku industri kopi untuk mencari tahu kira-kira problem apa yang kita bisa bantu selesaikan. Sampai detik ini juga kami terus memperjuangkan itu semua," kata Rio.
Awalnya, Viva Barista merupakan serial yang tayang di salah satu stasiun televisi swasta Indonesia. Pada seri pertamanya, tayangan lebih berisi soal kopi dan gaya hidup. Pasalnya memang sekitar 3-4 tahun terakhir kedai kopi mulai berjamur di kota-kota besar termasuk Jakarta.
Kesuksesan serial pertama membuat aktor serta beberapa pihak yang terlibat memutuskan untuk melanjutkannya. Namun kali ini, Viva Barista lebih banyak bicara mengenai proses kopi mulai dari tanaman hingga jadi secangkir kopi siap minum.
"Ke depan Viva Barista bakal bikin kebun percontohan dengan pertanian yang benar-benar baik. Edukasi barista, anak-anak. Mereka diberi edukasi pertanian dari dini," tuturnya.
Tak bisa dipungkiri film memang jadi awal dirinya minum kopi hitam, bukan kopi hitam sachet. Ritual menyeduh kopi secara manual ia lakukan tiap pagi. Manual brewing V60 jadi tekhnik yang kerap di aplikasikan. Kecintaan dan berbagai gerakan yang ia lakukan demi kopi membuatnya mengklaim diri sebagai aktivis kopi.
"Saya mengklaim diri, saya sebagai aktivis kopi," katanya mantap. (rah)
Baca Kelanjutan Cerita Rio Dewanto Telusuri Potensi Kopi Arabika Tipika : https://ift.tt/2JhbLOyBagikan Berita Ini
0 Response to "Cerita Rio Dewanto Telusuri Potensi Kopi Arabika Tipika"
Post a Comment